Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menyatakan bahwa India masih ingin mengimpor minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) dari Indonesia. India disebut masih membutuhkan impor kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhannya.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, hal itu diungkapkan oleh Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh India untuk Indonesia, Pradeep Kumar Rawat pasca menyerahkan surat kepercayaan negaranya kepada Presiden Joko Widodo.
Di dalam pembicaraan itu, India masih ingin mengimpor CPO dari Indonesia, apalagi volume impor Indonesia lebih besar ketimbang Malaysia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekadar informasi, India setidaknya mengimpor 9 juta metrik ton CPO sepanjang tahun 2016. Sementara menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), ekspor CPO Indonesia ke India tercatat 5,78 juta metrik ton di waktu yang sama. Artinya, 64,22 persen impor CPO India dipasok oleh Indonesia.
“Mereka menyampaikan bahwa India adalah negara importir CPO terbesar. India bilang masih memerlukan impor CPO dari Indonesia,” ujar Retno ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (12/9).
Kendati demikian, kedua negara tidak membicarakan ihwal pengenaan bea impor CPO India yang dikerek dua kali lipat. Padahal sebelumnya, India telah menaikkan bea impor CPO sebesar 15 persen dari posisi 7,5 persen.
Adapun menurut Retno, pembicaraan soal CPO merupakan satu dari tiga topik dengan Duta Besar India. Dua sektor lain yang dibahas adalah energi dan pertanian, yang merupakan konsen Presiden Jokowi ketika melawat ke India beberapa waktu lalu.
“Kami tidak bahas spesifik soal bea masuk impor. Tapi mereka berkomitmen tetap mau impor CPO dari Indonesia,” ungkapnya.
Selain bea masuk CPO, Kementerian Keuangan India juga sebelumnya telah meningkatkan pajak impor minyak kelapa sawit olahan menjadi 17,5 persen dan 25 persen dari sebelumnya 12,5 persen serta 15 persen.
Komoditas sejenis lain yang terkena peningkatan pajak impor, yakni minyak kedelai. Sementara, bea masuk minyak nabati lainnya masih tetap di level 12,5 persen untuk minyak mentah, dan 20 persen untuk minyak nabati olahan.