BI Bakal Digugat Jika Patok Biaya Isi Ulang Uang Elektronik

CNN Indonesia
Senin, 18 Sep 2017 17:22 WIB
Toh, penggunaan uang elektronik dinilai hanya menguntungkan perbankan, karena meningkatkan dana pihak ketiga (DPK).
Toh, penggunaan uang elektronik dinilai hanya menguntungkan perbankan, karena meningkatkan dana pihak ketiga (DPK). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat David Mahurum L Tobing menegaskan, akan menggugat Gubernur Bank Indonesia (BI) apabila bersikeras mematok biaya isi ulang uang elektronik.

Upaya bank-bank memungut biaya e-money itu disebut sebagai praktik mal-administrasi terhadap konsumen. Dua hal yang menjadi catatan, yakni membebani biaya administrasi dan transaksi nontunai.

"Pembebanan biaya administrasi itu yang sangat merugikan konsumen,” ujarnya ketika menyambangi Kantor Ombudsman, Senin (18/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lagipula, lanjut David, pengenaan biaya isi ulang saldo e-money hanya menguntungkan golongan tertentu, dalam hal ini perbankan. Ia menilai, saldo e-money konsumen yang meningkat berdampak pada gemuknya dana pihak ketiga (DPK) perbankan.

Menurut dia, kebijakan yang akan dibuat oleh BI berpotensi menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satunya, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 yang tertuang dalam pasal 2 ayat 2, pasal 23 ayat 1, dan pasal 33 ayat 2.

Ia mengungkapkan, aturan pembayaran dengan uang elektronik dapat menyulitkan posisi konsumen. Jika semua transaksi dilakukan dengan uang elektronik, dikhawatirkan semua konsumen terpaksa mengikuti aturan main terkait yang dikeluarkan oleh bank maupun regulator.

Selain ke Ombudsman, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat juga menyampaikan laporannya ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional, serta Presiden Joko Widodo.

"Saya berharap, agar rekomendasi dari Ombudsman adalah tidak menerapkan aturan yang dikeluarkan oleh Gubernur BI tersebut,” imbuhnya.

Ia menuturkan, seharusnya, masyarakat pengguna tol juga tetap diberikan pilihan bertransaksi di gerbang tol, baik melalui uang elektronik maupun uang tunai.

Anggota Ombudsman Bagian Ekonomi 1 Dadan S Suharmawijaya mengaku, akan menelaah laporan tersebut dalam 14 hari ke depan. Adapun, hasil kajiannya itu akan menjadi bahan rujukan yang kemudian menjadi pertimbangan rekomendasi mengenai gugatan tersebut kepada pihak terkait.

Sebelumnya, BI mewacanakan biaya pengisian ulang uang elektronik sebesar Rp1.500 - Rp2.000. Alasannya, biaya tersebut dipergunakan untuk mengongkosi pengadaan dan pemeliharaan infrastruktur uang elektronik.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER