Jakarta, CNN Indonesia -- Bursa Efek Indonesia (BEI) mungkin bisa sedikit bernafas lega tahun ini. Jumlah perusahaan publik (emiten) baru hingga Senin (22/9) telah mencapai 22 emiten, di atas capaian emiten baru sepanjang tahun lalu yang hanya berjumlah 16 emiten.
Kendati demikian, jumlah perusahaan baru yang melakukan penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) belum juga mendekati target BEI yang dipatok 35 emiten. Padahal, BEI hanya memiliki waktu kurang dari empat bulan sebelum tutup tahun 2017.
Dua tahun belakangan, target pencapaian emiten baru di BEI tidak pernah terwujud. Namun, hal itu tidak mengubah sikap optimistis BEI yang lagi-lagi menargetkan pertumbuhan emiten baru dengan jumlah yang kurang lebih sama dengan tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, bagaimana cara BEI untuk menggapai targetnya tahun ini? Apakah kisah dua tahun belakangan akan kembali terulang?
Padahal, tak sedikit emiten baru yang hanya mencatatkan sahamnya di papan pengembangan karena termasuk perusahaan kecil dan menengah. BEI mencatat, setidaknya ada 10 emiten yang masuk dalam skala kecil dan menengah.
Emiten dengan skala kecil dan menengah disebut berpotensi tidak likuid di pasar karena jumlah pemilik yang terbatas dan jarang diperdagangkan.
Lalu, bagaimana geliat BEI menggaet perusahaan untuk mau melepaskan sahamnya melalui lantai bursa? Berikut ulasan wawancara
CNNIndonesia.com bersama Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat, akhir pekan lalu, Jumat (22/9).
 Suasana gedung Bursa Efek Indonesia. (CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi) |
Hingga saat ini baru ada 21 emiten, kemudian jumlah emiten baru akan bertambah satu pada Senin (25/9). Dengan jumlah tersebut, apakah BEI masih yakin bisa mencapai target pertumbuhan 35 emiten baru tahun ini?Sebenarnya kan yang tercatat 21 (hingga Jumat 22 September 2017), tapi kan ada di pipeline 11 untuk equity market. Nah rasanya ada beberapa hal yang artinya untuk pencapaian 2017 ini tidak terlalu jauh dari target, kalau memang misalnya tidak tercapai. Kalau ini jadi saja minimal 32, dari target kami yang 35 emiten.
Artinya, kalau meleset pun sudah bisa 90 persen. Tapi harusnya sih tercapai, karena masih ada beberapa perusahaan yang menggunakan buku keuangan Juni untuk masuk di tahun 2017. Jadi perusahaan itu harus efektif sebelum akhir Desember, tapi bisa saja dicatatkannya Januari.
Untuk 11 calon emiten itu, prosesnya sendiri sudah sampai mana?Proses sebagian besar sudah disampaikan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ya, jadi 11 perusahaan itu sebagian besar sudah di registrasi di OJK. Dari registrasi nanti tinggal masa efektif kemudian dicatatkan.
Artinya kalau tidak ada halangan, dan semuanya tidak ada yang mengundurkan diri, ya minimal di atas 30 emiten baru bisa tercapai tahun ini.
Kalau tidak salah ada tiga perusahaan yang mengundurkan diri dari yang ada di pipeline. Alasannya apa?Ya macam-macam, misalnya persiapan internal, ada hal-hal atau aturan yang belum bisa mereka penuhi. Kemudian mungkin mereka saat ini merasa valuasinya kurang bagus, permintaan harganya dari market kurang bagus.
Lalu bisa juga mungkin mereka butuh jualnya 30 persen, tapi yang bisa diserap pasar hanya 10 persen atau 15 persen. Jadi mendingan tidak sama sekali, daripada kurang.
Apakah kondisi ekonomi juga mempengaruhi perusahaan untuk IPO?Tidak hanya kondisi makro ekonomi, kondisi mikro perusahaan pasti mempengaruhi. Artinya, ada perusahaan yang bagi investor menarik tapi ada juga yang tidak menarik.
Persoalan IPO ini tidak sederhana, persoalan IPO ini tidak hanya sebatas administrasi perusahaan selesai. Tapi yang paling utama adalah apakah uang yang mereka cari itu ada atau enggak. Itu intinya malah di situ. Kuncinya di situ, artinya investornya ada atau tidak yang membeli.
Jadi kan perusahaan bakal mendapatkan uang dari investor baru. Kuncinya adalah investor baru. Kalau soal administrasinya, saya lihat lebih sederhana ya.
Tapi sebenarnya, jika banyak perusahaan yang IPO, apakah hal itu akan menyulitkan masing-masing calon emiten mencapai target dana yang dibutuhkan karena banyak kompetitor?Kan jenis usahanya berbeda-beda, kondisi perusahaan berbeda-beda dan biasanya sebelum dia putuskan IPO, dia sudah ada
pre-marketing dulu tanya-tanya, segala macam. Jika semuanya sudah terpenuhi, baru IPO.
Apakah tahun ini BEI memiliki upaya lebih yang dilakukan untuk menarik perusahaan melakukan IPO? Mungkin seperti yang dilakukan saat program tax amnesty berjalan tahun lalu?Enggak ada. Kami hanya mencoba untuk sosialisasikan tentang fungsi, manfaat, tata cara, regulasi, kemudian dampak IPO kepada perusahaan-perusahana yang mau IPO. Sebab IPO itu kan menjadi suatu hal yang sangat menarik.
Kenapa? Karena mereka memperoleh pendanaan dalam jumlah yang mungkin cukup besar dengan biaya yang sangat kecil sekali. Artinya biaya modalnya menjadi kecil. Karena apa? Karena menjual saham itu kan mungkin bisa menambah kewajiban lain.
Namun, tentu saja ini diseimbangkan dengan penambahan jumlah dana yang mereka miliki untuk ekspansi usaha. Kalau mereka ekspansi usaha dengan utang misalnya, tentunya mereka membutuhkan uang untuk membayar itu kembali atau minimal
cost of fund (biaya dana) dari perusahaan itu akan meningkat.
Jadi pilihan IPO itu menarik sekali bagi perusahaan. Karena misalnya kalau hanya mendapatkan uang sebesar Rp500 miliar, kemudian
cost yang harus dikeluarkan perusahaan Rp500 juta setiap tahun itu lumayan besar.
Kalau misalnya dia pinjam Rp500 juta, minimal tiap tahun dia harus bayar kalau bunganya 10 persen itu Rp50 miliar. Kalau IPO menjual saham, mereka hanya bayar biaya-biaya saja.
 Suasana pembukaan perdagangan saham. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Lantas, faktor apa yang menjadi penghambat bagi perusahaan atau memberatkan perusahaan untuk melantai di BEI?Jadi begini, perusahaan yang sudah dikelola dengan profesional itu memahami sekali jenis-jenis pembiayaan. Jadi misalnya perusahaan itu ada kebutuhan dananya misalnya sebulan.
Ada jenis-jenis pembiayaan yang butuh 6 bulan, ada yang satu tahun, ada yang 3 tahun ada yang 5 tahun, ada yang kebutuhan 10 tahun. Nah IPO sebenarnya digunakan untuk memperbaiki
capital structure (struktur permodalan).
Capital structure ini misalnya perusahaan ini rata-rata saat ini rasio utang terhadap modal (
debt to equity ratio/DER) sudah terlalu tinggi. Jadi utang terlalu banyak sehingga utangnya beban biayanya banyak banget.
Sehingga ini membebankan perusahaan dan bagi pemilik modal mereka tidak memperoleh apa-apa karena ini hanya membayar biaya modalnya saja. Nah mereka perbaiki
capital structure-nya.
Misalnya perbandingan utangnya hanya 40 persen, modalnya 60 persen. Sehingga beban biaya yang harus ditanggung perusahaan tidak terlalu besar. Nah bagi sebagian jenis industri itu lebih baik.
Apakah masalah transparansi menjadi salah satu faktor pemberat perusahaan untuk IPO?Ya kalau memang mereka tidak mau transparan, memang tidak bisa. Faktor lainnya, mereka belum menemukan atau memahami manfaat apa yang bisa diperoleh dari IPO, padahal emiten bisa memaksimalkan fungsinya sebagai perusahaan terbuka.
Pertama, kalau perusahaan bisa memberikan return yang baik kepada investor maka tentunya setiap aksi korporasi yang dilakukan akan direspon positif sama investor.
Jadi banyak sekali manfaatnya. Kalau sekarang perusahaan membutuhkan dana untuk akuisisi perusahaan, saya tidak punya uang, ya saya ajakin saja investor lain, kan mudah.
Sedikit menengok ke belakang, sebenarnya apa yang menyebabkan target BEI tidak tercapai dalam dua tahun berturut-turut perihal penambahan emiten baru?Proses untuk mengkonversi sebuah perusahaan dari perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka itu tidak cepat. Artinya, sesuatu yang kami komunikasikan tahun ini, mereka bisa IPO nya tiga tahun atau lima tahun yang akan datang.
Jadi ini kan ada proses mereka memperbaiki administrasi. Mereka memutuskannya saja lama. Kemudian, kalau orang sudah punya usaha puluhan tahun, yaitu keluarganya sendiri, dia mau ubah menjadi perusahaan publik kan tidak mudah juga. Mereka harus sama-sama menyepakati itu secara internal.
 Suasana pembukaan perdagangan saham. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Tapi apakah sebenarnya kondisi fundamental ekonomi dua tahun lalu ikut mempengaruhi perusahaan untuk IPO?Ya memang jadi begini, mengapa 2017 misalnya lebih banyak? Ada kebijakan pemerintah dari sisi
tax amnesty misalnya, yang membuat mereka sudah tidak ada keengganan lagi.
Kemudian dari sisi misalnya kondisi makro ekonomi kita. Saya pikir tahun 2017 kondisinya sudah jauh lebih baik karena tingkat pertumbuhan juga cukup baik.
Tingkat inflasi juga cukup rendah, kemudian cadangan devisa juga cukup baik, peringkat investasi juga diberikan oleh Standard & Poor's (S&P). Ini semua pendorong perusahaan untuk IPO.
Sebenarnya, bagaimana korelasi secara langsung antara makro ekonomi dengan kesiapan perusahaan untuk IPO?Sebenarnya makro itu merupakan gambaran dari industri mikro. Maka sebenarnya pasti berkorelasi karena tingkat pertumbuhan ekonomi itu seberapa besar ekonomi ini bergerak.
Nah, yang menggerakan ekonomi ini siapa? Ya dunia usaha dan konsumsi ya. Jadi ketika ini semua dihitung, maka munculah indikator makro. Artinya ini berkorelasi langsung antara kondisi makro dengan kondisi perusahaan itu sendiri. Makro itu menggambarkan kondisi mikronya.
Meski tahun ini jumlah emiten baru lebih banyak dibandingkan dengan tahun lalu, tetapi sebagian emiten tidak memiliki aset yang besar. Apakah itu menjadi masalah?Iya untuk ukurannya tidak besar, mungkin 7-10 emiten itu masuk skala kecil dan menengah. Tapi begini, yang penting likuiditas sebenarnya. Artinya karena ukurannya tidak terlalu besar, sehingga pemilik sahamnya juga tidak terlalu banyak, kemudian biasanya mereka tidak mengelola hubungan investornya dengan baik.
Mereka juga tidak punya
cover analis terhadap perusahaan kecil. Sehingga tidak terlalu likuid di pasar. Kalau tidak terlalu liquid di pasar imbasnya apa? Imbasnya bahwa kondisi yang terjadi di dalam perusahaan tidak tergambar dengan baik.
Lalu, bagaimana cara BEI untuk menjaga agar emiten kecil dan menengah ini tetap likuid dan memiliki hubungan yang baik dengan investor?Dari perusahaan sebenarnya kan sudah ada kewajiban untuk memiliki direktur independen, kemudian
corporate secretary yang mengkomunikasikan. Ini yang coba kami dorong terus supaya mereka lebih aktif mengkomunikasikan perusahaan mereka dengan investor maupun calon-calon investor.
Hal yang kami fokuskan saat ini lebih kepada komunikasi perusahaan dengan investor. Misalnya ada
investor gathering mereka sampaikan rencana perusahaan.
(gir)