Bandung, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, surat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang tersebar luas ke publik mengenai kondisi keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN yang berpotensi membebani risiko fiskal negara, hanya bertujuan untuk mengingatkan.
Surat tersebut bernomor S-781/MK.08/2017 itu diterbitkan pada 17 September 2017, dan ditujukan ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dalam surat itu, Sri Mulyani memaparkan bahwa kondisi keuangan PLN berpotensi membebani keuangan negara lantaran kinerja PLN yang terus menurun. Sehingga, berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar ke depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Luhut, pemaparan Sri Mulyani dalam surat tersebut hanya sebagai pengingat akan kondisi PLN saat ini. Namun, yang dijabarkan bukan berarti bahwa pemerintah sudah memastikan kalau PLN akan gagal bayar.
"Bukan gagal, hanya mengingatkan. Jangan dibalik-balik," ucap Luhut usai menghadiri Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah Bank Indonesia (Rakorpusda BI) di Hotel Intercontinental Dago Pakar, Rabu (27/9).
Lebih lanjut, ia menilai pengingat itu sebenarnya sah-sah saja lantaran pemerintah memang ingin agar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mampu bekerja secara profesional dalam menjalankan berbagai penugasan dan rencana bisnisnya.
"Bagus saja, semua harus profesional. Ya pemerintah minta supaya semua BUMN harus lebih profesional," imbuh Luhut.
Sayang, Luhut enggan memberi penjelasan lebih lanjut terkait surat dari Sri Mulyani kepada dua menteri itu terkait potensi gagal bayar PLN.
Sebelumnya, dalam surat tersebut, Sri Mulyani merinci bahwa potensi gagal bayar PLN ke depan datang dari berbagai faktor.
Sri Mulyani juga memperhatikan bahwa sumber penerimaan utama PLN berasal dari tarif tenaga listrik (TTL) yang dibayarkan oleh pelanggan dan subsidi listrik dari pemerintah. Sehingga, kebijakan peniadaan kenaikan TTL perlu didukung dengan ketentuan yang mendorong penurunan biaya produksi tenaga listrik.
Ia berpendapat perlu dilakukan penyesuaian target penyelesaian investasi PLN dengan mempertimbangkan ketidakmampuan PLN dalam memenuhi pendanaan investasi dari arus kas operasi, tingginya prospek
debt maturity profile, serta kebijakan pemerintah terkait tarif, subsidi listrik, dan penyertaan modal negara (PMN).
Menurut laporan keuangan PLN 2016 lalu, PLN memiliki liabilitas atau kewajiban jangka panjang sebanyak Rp272,15 triliun atau turun 30,11 persen dibanding tahun sebelumnya Rp389,44 triliun.
Dari angka tersebut, porsi terbesar berasal dari utang perbankan dengan nilai Rp100,36 triliun atau 36,87 persen dari total pinjaman. Selain itu, perusahaan juga mencatat utang obligasi dan sukuk sebesar Rp68,82 triliun.