BPK: 5.108 Unit KPR Subsidi Belum Dihuni Pemilik

CNN Indonesia
Selasa, 03 Okt 2017 14:24 WIB
Menurut BPK, tujuan program pemerintah dalam memberikan bantuan penyediaan rumah kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) kurang efektif.
Sebanyak 5.108 unit Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi baik melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Subsidi Selisih Angsuran/Bunga (SSA/SSB) belum dimanfaatkan oleh debitur. (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)
Jakarta, CNN Indonesia -- Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan, sebanyak 5.108 unit Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi baik melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Subsidi Selisih Angsuran/Bunga (SSA/SSB) belum dimanfaatkan oleh debitur atau 'pemilik asli'. Rumah-rumah tersebut tidak dihuni, dialihkan atau proses dialihkan kepada pihak lain.

Berdasarkan pemeriksaan BPK terkait kinerja pengelolaan KPR FLPP dan SSA/SSB, dari 5.108 unit rumah tersebut, sebanyak 538 unit merupakan hasil cek fisik oleh tim, sedangkan 4.570 unit berasal dari laporan PT Bank Tabungan Negara Tbk (Tbk) selaku bank pelaksana utama program KPR subsidi pemerintah.

Padahal, sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (PUPR), debitur wajib memanfaatkan rumah sejahtera secara terus menerus dalam waktu satu tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Akibatnya, pencapaian tujuan program pemerintah dalam memberikan bantuan penyediaan rumah kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) kurang efektif," tulis BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2017, dikutip Selasa (3/10).

Menurut BPK, belum dimanfaatkannya unit KPR tersebut oleh debitur berpotensi membuat terjadinya tunggakan pada KPR akibat terjadinya pengalihan pembayaran KPR pada pihak lain. Adapun hal tersebut, menurut BPK, antara lain disebabkan kantor cabang Bank BTN belum melaksanakan ketentuan terkait dengan pemanfaatan rumah KPR subsidi secara optimal.

Selain menemukan permasalahan tersebut, BPK juga menemukan belum proaktifnya BTM mengajukkan potensi klaim asuransi kredit senilai Rp336,01 miliar. BTN menurut BPK, juga belum sepenuhnya melaporkan monitoring hasil realisasi klaim asuransi kredit macet yang telah terbayar.

"Dari nilai outstanding NPL (Non Performing Loan/NPL) senilai Rp1,04 triliun yang berpotensi diajukan klaim asuransi kredit senilai Rp388,77 miliar. Dari nilai tersebut yang telah ditagih dan dibayar klaimnya hanya senilai Rp22,75 miliar," terang BPK.

Kendati demikian, hasil pemeriksaan kinerja atas efektivitas kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian/pengawasan KPR FLPP dan SSA/SSB oleh Bank BTN secara umum cukup efektif.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER