Proyeksi Inflasi Akhir 2017 Turun Jadi 4 Persen

CNN Indonesia
Rabu, 04 Okt 2017 08:48 WIB
Level suku bunga acuan yang terus menurun, dan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang merata di berbagai daerah menjadi pemicu penurunan inflasi.
Kepala Riset dan Strategi Bahana Sekuritas Henry Wibowo menyebutkan, pihaknya juga merevisi estimasi inflasi 2018 dari semula 4 persen menjadi 3,8 persen. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa).
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bahana Sekuritas merevisi proyeksi inflasi dari 4,4 persen menjadi lebih rendah ke level 4 persen pada akhir 2017, di picu penurunan level suku bunga acuan Bank Indonesia secara berturut hingga 75 basispoin sampai pertengahan tahun ini.

Kepala Riset dan Strategi Bahana Sekuritas Henry Wibowo menyebutkan, pihaknya juga merevisi estimasi inflasi 2018 dari semula 4 persen menjadi 3,8 persen.

Selain tingkat suku bunga acuan, revisi perkiraan inflasi itu juga memperhitungkan pemberlakuan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi secara merata di Indonesia pada 2017.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Tingkat inflasi year to date sampai September juga lebih rendah dari perkiraan 2,7 persen. Perkiraan inflasi sampai akhir 2017 menurun," ungkapnya dalam hasil riset yang diterbitkan pada Rabu (3/10).

Terkait suku bunga acuan BI, Bahana memperkirakan bank sentral tetap mengelola suku bunga acuan di level 4,25 persen sampai akhir 2017, memberi tekanan inflasi yang lebih rendah dari perkiraan, serta defisit transaksi berjalan yang terkelola.

"Pada level ini, biaya dana yang lebih rendah dapat mendorong pertumbuhan kredit di masa depan," sebutnya.

Pada 2018, anak usaha pelat merah itu memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan 75 bps menjadi 5 persen, didorong pemulihan permintaan, prospek pertumbuhan kredit yang kuat pada semester II/2018 dan mempertahankan inflasi di level rendah.


Bahana juga mengestimasi adanya pelonggaran dalam kebijakan makro berupa rasio utang terhadap nilai (loan to value) dan rasio pembiayaan terhadap pendanaan atau finance to funding ratio (FFR) untuk mengembalikan likuiditas pada 2018.

Terkait harga pangan, pemerintah diyakini akan terus mempertahankan pengendalian harga yang mengakibatkan deflasi sampai november 2017, dengan beberapa pembalikan harga pada Desember 2017.

Sebegai informasi, inflasi September tercatat 0,13 persen secara bulanan dan 3,72 persen dalam perhitungan tahunan. Inflasi secara keseluruhan naik sampai September terutama didorong pembayaran biaya kuliah, harga rokok yang tinggi, tarif sewa, dan tarif rekreasi.

Di sisi lain, harga pangan menunjukkan deflasi pada September karena tak ada kenaikan harga signifikan pada barang utama, dengan penurunan harga bawang merah, bawang putih, telur, dan ayam.

Nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 1 persen selama September yang berarti harga produk impor lebih tinggi. Akibatnya, beberapa sektor, terutama di industri manufaktur mengalami potensi inflasi.

Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 50 dari 82 kota mengalami inflasi pada September. Kota Tual di Provinsi Maluku mengalami level tertinggi inflasi yakni mencapai 1,59 persen. Sisanya, inflasi sebagian besar terjadi di kota yang berada di Jawa dan Sumatra.



LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER