Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Dunia menurunkan prediksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia menjadi 5,1 persen pada tahun 2017 dari sebelumnya yang ditaksir mencapai 5,2 persen.
Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Rodrigo Chavez mengatakan, tingkat pertumbuhan PDB cenderung stabil sepanjang kuartal I dan II karena bertahan di level 5 persen.
Angka yang kuat dan stabil juga terlihat sejak kuartal I 2014 lalu. Namun, pemangku kepentingan perlu memperhatikan level pertumbuhan PDB yang stagnan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hal ini mengingat lingkungan eksternal dan momentum reformasi kebijakan domestik yang baik," ujar Rodrigo, Selasa (3/10).
Menurut dia, perdagangan internasional terpantau meningkat dan kondisi moneter di beberapa negara maju stabil sepanjang triwulan terakhir. Tak hanya itu, harga komoditas juga menguat jika dibandingkan dengan kondisi 2016.
"Hal yang lebih penting lagi, fundamental ekonomi makro Indonesia lebih baik dan meningkat," ucap Rodrigo.
Kendati demikian, pertumbuhan konsumsi swasta tak meningkat pada kuartal II. Padahal, terdapat beberapa faktor pendorong yang bisa menguatkan tingkat konsumsi swasta antara lain, pertumbuhan lapangan kerja, kenaikan gaji sebanyak dua digit, dan kepercayaan konsumen yang tinggi.
Di sisi lain, pendorong lainnya berasal dari menurunnya inflasi pangan, nilai rupiah yang stabil, dan beralihnya waktu Idul Fitri pada kuartal II yang biasanya mendongkrak inflasi.
Prediksi PDB 2018 Tetap 5,3 PersenBank Dunia memproyeksi pertumbuhan PDB 2018 tetap pada posisi 5,3 persen karena kondisi ekonomi dalam negeri yang dinilai lebih kuat, ditambah dukungan perekonomian global.
"Kuatnya perekonomian domestik ini juga disebabkan oleh reformasi perekonomian yang terus berlanjut dan secara bertahap mulai memberikan dampak," kata Rodrigo.
Misalnya saja, lanjut Rodrigo, konsumsi swasta yang diprediksi meningkat didorong oleh kenaikan upah riil dan kenaikan lapangan kerja. Ia menilai, konsumsi yang dilakukan pihak swasta tidak akan berdampak negatif seiring dengan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebanyak dua kali berturut-turut.
"Penurunan suku bunga berdampak pada penurunan biaya pinjaman, perbaikan lingkungan bisnis, dan peningkatan investasi publik di bidang infrastruktur," lanjut Rodrigo.
Namun, Rodrigo mengingatkan, pertumbuhan PDB Indonesia tahun depan bisa terhambat oleh nilai tukar perdagangan (terms-of-trade) yang diramalkan merosot akibat koreksi pada harga komoditas batu bara.
"Defisit neraca berjalan diperkirakan melebar dari 1,7 persen pada tahun 2017 menjadi 1,8 persen pada tahun 2018," tutur Rodrigo.