Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto semringah setelah melihat data pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang (IBS) sebesar 5,51 persen secara tahunan
(year-on-year) di kuartal III 2017. Pasalnya, menurut dia, capaian ini kembali mengukuhkan posisi pertumbuhan industri yang lebih besar dibanding pertumbuhan ekonomi yang ditaksir 5,2 persen di periode yang sama.
Meski menorehkan angka yang baik, ia mengatakan bahwa industri masih butuh dukungan dari sisi energi dan logistik agar daya saingnya bisa kompetitif dibanding negara tetangga.
“Saat ini, industri manufaktur mendapatkan momentum yang baik guna memperdalam strukturnya. Untuk itu, dibutuhkan dukungan dari sektor lainnya,” kata Airlangga melalui siaran pers dikutip Jumat (3/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga senang bahwa sektor padat karya yang berorientasi ekspor mencatatkan kinerja yang baik. Pada kuartal III, industri makanan dan minuman yang masing-masing mencatat pertumbuhan 9,24 persen dan 3,4 persen. Kontribusinya terhadap kue industri juga besar, yakni mencapai 27,13 persen.
Selain itu, industri logam dasar juga mencatatkan pertumbuhan positif yakni 11,97 persen. Melihat hal ini, ia berharap industri turunan strategis dari logam dasar, seperti otomotif juga bisa memiliki kinerja yang baik.
“Sektor ini (otomotif) sekarang tidak hanya sebagai basis produksi di dalam negeri, tetapi basis ekspor untuk negara lain,” imbuhnya.
Demi meningkatkan kinerja industri, tentu dibutuhkan tambahan investasi dan perbaikan hubungan dagang antar negara. Dari segi investasi, kenaikan peringkat indeks kemudahan usaha
(Ease of Doing Business) Bank Dunia dari posisi 91 ke 72 tentu bisa menjadi pendorong penanaman modal. Namun, Indonesia disebutnya harus segera mempercepat negosiasi perjanjian perdagangan bebas dengan Eropa, Amerika Serikat, dan Australia.
Ia yakin, jika upaya tersebut berjalan baik, kapasitas produksi dan perluasan pasar manufaktur Indonesia bisa meningkat.
“Seperti pada produk tekstil yang saat ini masih dikenakan tarif bea masuk oleh mereka di kisaran 12 hingga 20 persen. Dengan FTA, kita berharap bisa menjadi nol persen, sehingga volume industri untuk eskpor bisa meningkat lebih besar,” pungkasnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik mencatat adanya kenaikan produksi IBS year-on-year sebesar 5,51 persen. Angka ini melejit dibanding periode yang sama tahun sebelumnya 4,87 persen dan kuartal sebelumnya yang ada di angka 3,89 persen.