TOP TALKS

Jurus Bukit Asam Mengilap Tanpa Terbebani Harga Batu Bara

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Senin, 13 Nov 2017 10:02 WIB
Bisnis perusahaan sangat bergantung harga batu bara. Nah, untuk mengurangi dampaknya, perusahaan perlu mengontrol biaya dan diversifikasi usaha.
Bisnis perusahaan sangat bergantung harga batu bara. Nah, untuk mengurangi dampaknya, perusahaan perlu mengontrol biaya dan diversifikasi usaha. (CNN Indonesia/Muhammad Amas).
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bukit Asam (Persero) Tbk mencatatkan performa keuangan yang cemerlang sepanjang tahun ini. Perusahaan tambang batu bara pelat merah ini mencetak pertumbuhan laba sebesar 150,4 persen di kuartal ketiga.

Tak hanya itu, perusahaan juga menorehkan pertumbuhan volume penjualan yang baik. Dengan penjualan sebanyak 17,24 juta ton hingga September 2017. Artinya, penjualan batu bara Bukit Asam meningkat 13,87 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Pencapaian ini tak lepas dari dorongan harga batu bara antara Januari hingga September yang memanas 53,83 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, dengan posisi Bukit Asam sebagai perusahaan tambang batu bara, tentu saja kinerja keuangannya rentan dipengaruhi fluktuasi harga batu bara. Apalagi, 97,2 persen dari pendapatan perusahaan sebesar Rp13,22 triliun hingga kuartal III masih disumbang dari kegiatan pertambangan batu bara.

Lantas, bagaimana kiat Bukit Asam dalam menjaga kinerja keuangan yang ciamik tanpa harus terpengaruh naik-turunnya harga batu bara? Selain itu, seperti apa rencana kerja perusahaan demi mencapai hal tersebut?

Untuk mengulik jurus-jurus yang akan dilakukan perusahaan, CNNIndonesia.com berbincang langsung dengan Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin. Berikut petikan wawancara tersebut.

[Gambas:Video CNN]

Apakah Anda bisa menjelaskan kinerja Bukit Asam sepanjang tahun 2017?

Alhamdulilah, sepanjang tahun 2017, perkembangan kinerja baik operasional maupun keuangan menunjukkan perkembangan yang sangat baik dari sisi produksi, penjualan, dan laba. Kalau bicara produksi, kami meningkat cukup signifikan dan ini tercermin ke laba yang sampai September mencapai Rp2,6 triliun. 

Ini dikarenakan beberapa hal seperti kenaikan volume penjualan, kenaikan harga, dan ada langkah efisiensi selama tahun 2016 dan berkelanjutan di 2017.

Lalu bagaimana cara mempertahankan kinerja yang baik tersebut? Mengingat sektor pertambangan batu bara ini sangat terpengaruh dari sisi harga komoditas?

Kami berada di sektor commodity, harganya ini fluktuatif. Bergantung dari demand (permintaan) dan pasar dunia, kami tidak bisa mengontrol pasar dunia ini. Pada saat berbisnis dengan kondisi seperti itu, yang bisa kami lakukan adalah mengontrol cost (biaya). Kami secara terus menerus melakukan pengendalian terhadap biaya, apakah itu biaya operasional dan biaya lainnya.

Terkait dengan biaya operasional, yang berdampak langsung adalah biaya penambangan dan cara menambang. Kami terus melakukan langkah efisiensi terkait dengan efisiensi biaya seperti cara menambang yang lebih efisien dan tarif penambangan lebih efisien, yang tentunya akan berdampak ke kinerja perusahaan meskipun harga batu bara tertekan. Kami berharap, dengan langkah seperti ini, kami bisa mempertahankan performance keuangan yang semakin membaik.

Selain itu, kami juga melakukan diversifikasi usaha bukan hanya bergantung dari penjualan batu bara. Dalam hal ini, kami juga menjual energi, listrik lebih tepatnya. Dan sesuai dengan visi kami, kami akan jadi perusahaan energi yang tak sekadar menjual batu bara. Dengan ini, tentu secara otomatis, volatilitas harga batu bara sudah bisa kami hedging karena kami jual dalam bentuk listrik yang harganya sudah pasti ke PT PLN (Persero).

Bagaimana Anda melihat arah perusahaan dalam lima tahun ke depan?

Sesuai visi kami, kami ingin jadi perusahaan energi kelas dunia. Perusahaan energi harus melihat ini menjadi sasaran, sehingga kami memulai dari sekarang sampai ke depan nanti. Langkah itu sudah kami mulai. Kalau selama ini kami jual batu bara sebagai bahan baku energi, ini nanti kami jual energinya. Energi ini macam-macam, salah satunya listrik. Listrik ini pun macam-macam, ada yang berasal dari batu bara yang biasanya kami sebut Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), ini sejalan dengan kebijakan pemerintah bahwa pembangunan PLTU ke depan harus berupa PLTU mulut tambang.

Kami tahu, Bukit Asam ini memiliki potensi luar biasa untuk bisa membangun PLTU mulut tambang sampai dengan 5 ribu MW dengan melihat infrastruktur yang dimiliki, lahan, dan deposit cadangan batu baranya sendiri. Dengan kami beralih ke perusahaan energi, tentu ini membawa hal yang positif.

Kami katakan, selain batu bara yang masih unrenewable energi dan energi fosil, pemerintah juga mendorong renewable energy. Salah satunya adalah menetapkan bauran energi di 2025 bahwa minimal 23 persen dari bauran energi adalah renewable energy. Kami juga mengarahkan visi perusahaan ke sana, di mana kami melakukan transformasi dari unrenewable ke renewable. Seperti kami akan masuk ke Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Kebetulan, kami punya potensi cukup besar di situ, karena kami punya area lahan bekas tambang di dua lokasi yani Ombilin dan Tanjung Enim.

Untuk membangun renewable energy, utamanya surya, adalah lahan dan matahari. Kebetulan dua daerah tambang ini cukup layak dari sisi matahari karena kadar sinarnya cukup tinggi. Kami sudah jajaki, dan kami mulai dari Ombilin dulu untuk membangun PLTS dengan kapasitas 100 Megawatt (MW) di situ.

Untuk diketahui, setiap 1 MW listrik PLTS diperlukan lahan 1 hingga 2 hektare. Kalau 100 MW, berarti kami harus sediakan 200 hektare lahan. Kebetulan kami sudah punya untuk hal itu.

Khusus daerah Ombilin, diperlukan energi surya sebagai pengganti PLTU yang selama ini mengandalkan batu bara dari Ombilin. Kami tahu, tambang Ombilin ini kan sudah tidak diproduksi lagi karena memang tidak layak, sehingga PLTU di sana sekarang ada keterbatasan dalam hal suplai batu bara. Seringkali PLTU di sana tidak beroperasi maksimal, dan akan kami ganti dengan surya.

Selain PLTU dan PLTS, sustainability juga dilakukan dengan produk hilirisasi batu bara. Karena batu bara bukan hanya sebagai bahan bakar energi. kami bisa memanfaatkan teknologi dari negara maju, untuk membuat batu bara menjadi gas, liquid, dan petrokimia.

Kami sedang jajaki teknologi yang bisa kami lakukan dan akan kami kembangkan di Tanjung Enim yang memiliki deposit cukup besar, yang bisa digunakan sebagai bahan baku untuk membuat produk-produk tersebut. Kalau bicara batu bara menjadi gas, ujungnya bisa menjadi gas, urea, dimethyl ether (DME). DME ini bisa jadi gas elpiji.

Sementara kalau petrokimia, kami bisa ubah batu bara ke polypropylene. Kalau bicara polypropylene, ini bicara produk turunannya misal plastik, polyethylene, tekstil, dan banyak lagi lainnya. Sementara kalau bicara coal to liquid, batu bara ini bisa jadi Bahan Bakar Minyak (BBM). Ini teknologi yang bisa dikembangkan dan menjadi andalan Bukit Asam ke depan, bukan hanya sekadar menjual batu bara. Makanya, salah satu visi ke depan adalah beyond coal.

Jurus Bukit Asam Mengilap Tanpa Terbebani Harga Batu BaraBisnis perusahaan sangat bergantung harga batu bara. Nah, untuk mengurangi dampaknya, perusahaan perlu mengontrol biaya dan diversifikasi usaha. (Dok. PT Bukit Asam Tbk).


Kira-kira apa tantangan terberat bagi perusahaan untuk bergerak dari perusahaan batu bara ke perusahaan energi? Apakah masalah pendanaan dianggap sebagai masalah utama?

Memang pasti karena investasi, baik untuk listrik, PLTU, PLTS, maupun pengembangan hilirisasi dibutuhkan pendanaan yang sangat besar. Kami, sebagai perusahaan publik dengan kondisi keuangan yang cukup baik, punya kemampuan mengembangkan bisnis hilir. Kami bekerja sama dengan investor yang bisa secara langsung terlibat dengan bisnis ini, sehingga risiko finansial bisa ditanggung sama-sama. Bukit Asam dalam hal ini juga ada kepentingan untuk mengubah batu bara, karena suatu saat tidak akan ada lagi yang membeli batu bara.

Yang kedua adalah teknologi. Kami perlu mencari teknologi yang tepat dan efisien yang secara ekonomis dan bisnis bisa layak. Kalau pun (dari batu bara) bisa menghasilkan pupuk, petrokimia, dan gas, tentu harga gas, pupuk, dan elpiji ini harus kompetitif. Harus sama dengan market. Ini bergantung teknologi dan pendanaan yang didapat nanti. Kalau kami buat produk tapi nanti produknya tidak bersaing, misalnya elpiji dari batu bara tidak bersaing dengan elpiji yang dibuat dari gas alam, maka kuncinya adalah di teknologi.

Kira-kira berapa angka investasi yang akan dikeluarkan perusahaan agar bisa menjadi perusahaan energi?

Kami sedang kaji angkanya. Untuk pengembangan PLTU tentu ada standar, berapa juta Dolar AS untuk setiap MW-nya. Untuk PLTS, ada standar juga. Tinggal bergantung berapa MW kami mau bangun. Pembangunan hilirisasi ini dibutuhkan investasi yang sangat besar, tapi kami akan bersama-sama dengan investor memikirkan hal ini. Saya belum tahu angkanya berapa, tapi kisarannya miliaran dolar AS.

Selain itu, kapan sekiranya batu bara ini tidak lagi mendominasi komposisi pendapatan perusahaan?

Dalam rencana kerja ke depan, kami menyiapkan. 10 tahun kemudian, mungkin bisnis kami tidak lagi di dalam penjualan batu bara. Bukan hanya menjual batu bara, namun menjual turunannya. Termasuk pupuk, petrokimia, gas dan segala macamnya.

Kalau bergerak dari perusahaan batu bara ke perusahaan energi, apakah Bukit Asam masih ada hasrat utnuk mengakuisisi tambang batu bara lagi?

Itu tetap kami lakukan, karena kami tahu salah satu tujuan pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah penguasaan sumber daya alam yang selama ini belum maksimal dimiliki oleh negara. Kami lihat, bahwa produksi batu bara PTBA hanya 5 hingga 6 persen dari produksi batu bara nasional. 

Tentu kami ingin bagaimana kami, sebagai perusahaan negara, bisa menjadi mayoritas atau pemain besar di bisnis batu bara ini. Apakah dengan meningkatkan kapasitas yang dimiliki sekarang atau akuisisi tambang batu bara yang kami anggap layak.

Holding ini salah satunya adalah menguasai cadangan nasional, khususnya batu bara. Supaya cadangan nasional ini dikuasai oleh negara lagi agar sesuai dengan pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, bahwa sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat.

Apa harapan Bukit Asam dalam menyonsong tahun 2018 mendatang?

Kami berharap, kami masih bisa melakukan upaya efisiensi yang menurut saya masih ada room yang masih bisa dilakukan. Lalu, bagaimana kami bisa mempercepat pembangunan sarana logistik yang dimiliki saat ini. Misalnya, pembangunan transportasi baru kereta api sehingga kapasitas produksi bisa meningkat. Dari kapasitas produksi yang tadinya 30 juta ton per tahun, dengan moda transportasi ini diharapkan bisa meningkat. Karena deposit yang kami miliki ini 3 miliar ton, kalau mengembangkan PLTU, hilirisasi, deposit ini tidak akan habis-habis.

Kedua, supaya market ini dalam kondisi yang stabil kalau bisa lebih baik dari tahun 2017. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER