Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Ketenagakerjaan menyebut, kajian terkait dana khusus dialokasikan guna melatih kembali pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja akan rampung akhir tahun ini. Adapun, alokasi dana tersebut akan disebut
skills development fund.Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menyebut, kajian mengenai alokasi dana ini melibatkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), akademisi, dan juga masyarakat sipil. Tak ketinggalan, Komite Pelatihan Vokasi Nasional juga diajak dalam merundingkan mekanisme dana ini.
“Kajian kami harap selesai akhir tahun ini,” ujar Hanif ditemui di Istana Bogor, Kamis (16/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di samping itu, sasaran kebijakan ini juga meluas. Jika tadinya pemerintah menyasar pekerja yang kena PHK, maka ada kemungkinan kebijakan ini juga akan merambah tenaga kerja yang tergolong berpendapatan rendah. Menurutnya, pekerja golongan ini harus diberikan pelatihan agar bisa naik kelas menjadi pekerja terlatih.
Meski demikian, sampai saat ini ia masih belum tahu dana yang akan dipakai untuk membiayai kebijakan ini. Adapun menurutnya, anggaran bisa didapatkan dari asuransi sosial atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Namun, sesuai skema awalnya, penggunaan dana ini akan dibarengi dengan kebijakan pemberian manfaat bagi pengangguran
(unemployment benefit), di mana fasilitas itu bisa digunakan tenaga kerja eks-PHK dan pekerja miskin untuk membiayai tanggungannya selama masa pelatihan dan masa-masa mencari kerja setelah pendidikan vokasi selesai.
“Kami sedang minta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk mengkaji angkanya,” paparnya.
Ia menuturkan, penciptaan tenaga kerja terlatih sangat penting karena Indonesia membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni di masa depan. Ia mengutip riset McKinsey yang menyebut bahwa Indonesia butuh 113 pekerja terlatih di tahun 2030.
“Sementara itu, saat ini Indonesia cuma ada setengahnya. Jadi, Indonesia perlu produksi 3,8 juta pekerja
skill per tahun,” pungkasnya.
Sebelumnya, Hanif pernah bilang bahwa skills development fund ini bisa mengembangkan pendidikan vokasi di Indonesia. Sebab, ia miris melihat lulusan vokasi selama ini hanya dianggap sebagai pekerja “kelas dua” oleh beberapa pemberi kerja.
“Dunia usaha harus berani trust kepada lulusan pelatihan vokasi. Memang ada kurangnya, tapi kalau sudah seperti itu, maka nanti image vokasi sudah berubah, tidak menjadi
second class,” pungkasnya.
Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah angkatan kerja per Agustus 2017 tercatat 128,06 juta atau meningkat 2,08 persen dibanding tahun sebelumnya 125,44 juta jiwa. Sementara itu, Tingkat Pengangguran Terbuka pada bulan Agustus 2017 tercatat di angka 7,04 juta jiwa, atau 5,5 persen dari seluruh angkatan kerja, di mana secara persentase, angka ini turun dari angka tahun lalu yakni 5,61 persen.
(agi/agi)