Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) tengah mempertimbangkan alokasi dana khusus agar pegawai yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bersedia mengikuti pelatihan vokasi.
Alokasi dana ini bisa digunakan pegawai yang terkena PHK untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya sambil mengikuti pelatihan vokasi.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, skema ini mirip dengan rencana bantuan pemerintah bagi masyarakat yang tidak punya pekerjaan (
unemployment benefit).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bedanya, dana yang rencananya diberi nama
skills development fund ini diperuntukkan bagi pegawai yang terkena PHK, bukan pengangguran biasa.
Adapun, menurutnya, kebijakan ini dibutuhkan karena pekerja yang di-PHK umumnya tidak mau uang pesangonnya digunakan untuk pelatihan vokasi.
Selain itu, jika pegawai yang terkena PHK ikut pelatihan vokasi, tentu harus ada yang mau membiayai kebutuhan hidupnya beserta tanggungannya selama masa pelatihan.
Dana yang digolongkan sebagai
skills development fund ini merupakan kebijakan sosial yang penting untuk mem-back up pelatihan vokasi.
“Kalau nggak dirintis, ya kegiatan ini akan tersendat. Karena nanti siapa yang membiayai
training? Siapa yang biayai keluarganya selama
training? Lalu, siapa yang menanggung beban hidupnya, setelah
training selesai dan sembari mencari pekerjaan baru?” ujar Hanif, Selasa (31/10).
Meski demikian, tentu perlu dipikirkan jumlah penerima manfaat tersebut dan sumber dana
skills development fund ini. Adapun, sumber dana bisa saja berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun asuransi sosial.
Namun, karena alokasi dana ini masih berbentuk wacana, sehingga seluruh mekanismenya harus dipikirkan dengan matang.
“Tapi, dana ini memang dibutuhkan agar pegawai yang terkena PHK bisa mendapatkan akses vokasi. Sehingga, jika nanti ia kembali bekerja di tempat baru, ia bisa meniti karir,” imbuhnya.
Meski ada dorongan pemerintah untuk menggiatkan vokasi, namun badan usaha juga harus mau membuka lowongan pekerjaan bagi calon pegawai yang bersertifikat pelatihan vokasi.
Hanif menuturkan, selama ini, perusahaan selalu menganggap lulusan pelatihan vokasi sebagai pegawai ‘kelas dua’ di bawah lulusan universitas.
“Dunia usaha harus berani
trust (percaya) kepada lulusan pelatihan vokasi. Memang, ada kurangnya, tapi kalau sudah seperti itu, maka nanti
image vokasi sudah berubah, tidak menjadi
second class,” pungkasnya.