Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimis nilai premi asuransi dan reasuransi pada akhir 2017 akan mencapai Rp258 triliun, sesuai target sejak awal tahun ini.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) sekaligus Anggota Dewan Komisioner OJK Riswinandi mengatakan, hal ini lantaran nilai premi asuransi dan reasuransi saat ini telah mencapai 71,1 persen dari target.
"Sampai 30 September 2017 telah mencapai Rp183,45 triliun, ini mencapai 71,1% dari proyeksi yang telah ditetapkan OJK untuk periode sampai 31 Desember 2017," ujar Riswinandi, Kamis (16/11)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Riswinandi bilang, keyakinan pencapaian tersebut telah memperhitungkan kondisi ekonomi global dan domestik yang turut mempengaruhi industri asuransi.
OJK bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sebagai regulator telah memetakan sejumlah cara untuk menjaga stabilitas perekonomian ke depan, termasuk menjalankan simulasi penanganan krisis.
Simulasi ini diterapkan sesuai dengan amanah Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 2016 mengenai Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
"Simulasi tersebut dilaksanakan untuk menguji peraturan pelaksanaannya, yang terkait dengan resolusi bank dan industri keuangan lainnya apabila menghadapi kondisi krisis atau kesulitan," katanya.
Selain itu, OJK melihat ketidakpastian dari global maupun domestik yang masih menyelimuti perekonomian masih bisa bergerak dinamis sampai akhir tahun.
"Namun, memasuki kuartal IV 2017, kondisi makro ekonomi global bergerak sangat dinamis," imbuhnya.
Beberapa pengaruh global yang diperhitungkan OJK terhadap industri jasa keuangan asuransi ialah penguatan dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah. Tercatat, depresiasi rupiah mencapai sekitar tiga persen.
Lalu, pemerintahan AS mengambil kebijakan pemotongan pajak perusahaan dari 35 persen menjadi 20 persen. Kemudian, masih ada ketidakpastian dari konflik geopolitik, misalnya referendum Spanyol. Selain itu, efek dari keluarnya Inggris (Britania Exit/Brexit) juga masih memberi ketidakpastian di kalangan pelaku pasar.
Sedangkan dari dalam negeri, ketidakpastian terjadi lantaran sebentar lagi, Indonesia akan memasuki tahun politik dengan diadakannya Pemilihan Kepala Daera (Pilkada) Serentak pada 2018 dan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 2019.
"Kedua perhelatan tersebut, dari sisi historis akan meningkatkan konsumsi rumah tangga, dan Produk Domestik Bruto. Tugas kita semua agar menjaga suasana bangsa dan negara kita agar momentum pertumbuhan ekonomi terjaga dengan baik," pungkasnya.
Sebagai informasi, aset asuransi per September 2017 tercatat sebesar Rp628,8 triliun atau tumbuh 17,6 persen dari Desember 2016 sebesar Rp534,57 triliun. Lalu, rasio likuiditas asuransi umum dan reasuransi sebesar 179,1 persen. Sedangkan rasio likuiditas asuransi jiwa sebesar 143,4 persen.
Kemudian, investasi asuransi mencapai Rp505,57 triliun atau meningkat 22,42 persen dari Desember 2016 Rp412,98 triliun. Sementara itu, cadangan teknis asuransi umum dan reasuransi sebesar Rp59,28 triliun dan cadangan teknis asuransi jiwa sebesar Rp372,25 triliun.
Persiapan 2018Untuk tahun depan, Riswinandi melihat, prospek industri asuransi bisa meningkat. Sayang, ia masih enggan menyebut angka-angka proyeksinya.
Menurutnya, prospek yang lebih baik tak hanya karena pertumbuhan ekonomi Tanah Air yang diperkirakan akan meningkat. Namun, karena OJK telah menyiapkan kebijakan yang akan mendorong industri asuransi.
Pertama, melakukan integrasi proses pengawasan bisnis. Menurutnya, pengawasan ke depan akan berbasis teknologi informasi dan bersama para pihak terkait.
"Ini akan mencakup penggunaan sistem aplikasi pengawasan terintegrasi dengan data center pelaporan Xtended Bussiness Reporting Language (XBRL), terkait aspek perizinan, pelaporan keuangan, dan operasional," tuturnya.
Selain itu, pengawasan juga akan dilakukan secara kuantitas maupun kualitas, termasuk dari sisi analis risiko hingga perhitungan rasio kesehatan keuangan industri asuransi secara terbaru dan akurat melalui sistem aplikasi pengawasan itu.
"Sistem aplikasi pengawasan ini juga dapat memberikan peringatan dini bagi pengawas dan menghasilkan pelaporan yang berkala," terangnya.
Hal ini diharapkan dapat memitigasi risiko market conduct yang biasanya terjadi dari hubungan para pemasar produk asuransi dan nasabah atau pemegang polis.
Kedua, menumbuhkan ekonomi dan keuangan asuransi syariah. Caranya, dengan meningkatkan ketersediaan dan keragaman produk asuransi syariah.
"Juga meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di asuransi syariah serta perluasan akses masyarakat terhadap produk asuransi syariah," tambahnya.
Ketiga, memperluas penggunaan asuransi ke seluruh lapisan masyarakat, melalui produk asuransi mikro, asuransi usaha tani padi, asuransi nelayan, asuransi usaha ternak sapi, serta baru-baru ini OJK telah memberikan persetujuan polis standar asuransi budidaya udang.
Selain itu, perluasan asuransi juga untuk investasi dalam bentuk obligasi, efek beragun aset, reksadana penyertaan terbatas, serta instrumen investasi lainnya yang diterbitkan oleh BUMN dan/atau anak usaha BUMN dimana penggunaannya untuk pembangunan infrastruktur.
Keempat, memperkuat koordinasi dengan KSSK. Kelima, mengembangkan pemasaran produk asuransi melalui pemanfaatan perusahaan jasa teknologi keuangan (finansial technology/fintech).
(lav)