Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan rencana peleburan listrik golongan listrik rumah tangga 900 Volt Ampere (VA) non subsidi, dan 1.300 VA, 2.200 VA, 3.500 VA, serta 4.400 VA menjadi 5.500 VA tidak akan menimbulkan inflasi.
Ia melanjutkan, tentu saja konsumsi listrik berpotensi meningkat jika gologan listrik rumah tangga dengan daya sambungan bawah berubah menjadi daya sambung yang lebih tinggi. Namun, selama tarifnya tidak berubah, ia yakin penyederhanaan ini tak menimbulkan inflasi.
Saat ini, golongan R-1 dengan kapasitas 900 VA-RTM, dikenakan tarif Rp1.352 per Kilowatt-Hour (KWh). Sementara itu, untuk golongan rumah tangga 1.300 VA ke atas dikenakan tarif Rp1.467,28 per KWh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau konsumsi naik, ya tidak ada masalah. Konsumsi lebih banyak tidak membuat inflasi. Selama tarifnya tidak berubah, tidak akan buat inflasi," ujar Darmin ditemui di kantornya, Jumat (17/11).
Maka dari itu, seharusnya kebijakan ini tidak membuat masalah baru bagi masyarakat. Apalagi, dia menilai, PT PLN (Persero) juga bisa meningkatkan daya sambung listrik masyarakat tanpa menaikkan tarif dan biaya pemasangan Miniature Circuit Breaker (MCB) pun ditanggung oleh perusahaan pelat merah tersebut.
Sekadar informasi, PLN rencananya menggelontorkan Rp1 triliun hingga Rp1,5 triliun untuk menyederhanakan golongan listrik rumah tangga.
Angka itu diambil dari biaya pemasangan MCB sebesar Rp30 ribu hingga Rp50 ribu per rumah tangga dikali 31 juta pelanggan listrik yang sekiranya akan mengalami perubahan daya sambung listrik.
"Tidak ada masalah (mengenai kebijakan ini)," ujarnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menilai bahwa rencana peleburan golongan listrik ini berpotensi menimbulkan inflasi dari segi harga-harga yang diatur pemerintah (
administered prices) meski pemerintah memastikan tidak ada perubahan tarif listrik.
Deputi bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti mengatakan, dengan penyederhanaan golongan, tentu saja akan ada penyesuaian bobot listrik bagi golongan pelanggan dengan angka 5.500 VA ke bawah.
Jika hal tersebut terjadi, maka ada kemungkinan pengeluaran rumah tangga untuk tagihan listrik juga makin bengkak.
Nantinya, kenaikan pengeluaran listrik itu bisa berdampak ke Indeks Harga Konsumen (IHK), yang merupakan indikator dalam mengukur inflasi.
“Ini kan memang tarif tidak naik, tapi dari segi bobot penggunaan listrik tentu akan ada pergeseran. (Kalau konsumsi naik) bisa pengaruh, karena kami juga perlu menghitung besaran pengeluaran untuk listrik berapa,” jelas Yunita di Gedung BPS, dua hari yang lalu.
Hingga Oktober kemarin, komponen perumahan, listrik, air, gas, dan bahan bakar menyumbang bobot inflasi 4,82 persen secara tahun kalender (year-to-date). Komponen ini menyumhang angka paling tinggi dari inflasi secara tahun kalender sebesar 2,67 persen.
(gir)