Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah instansi pemerintah bekerja sama mengembangkan sistem integrasi informasi untuk memberi fasilitas fiskal atas impor barang operasi keperluan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk kegiatan usaha hulu Migas.
Hal itu diwujudkan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman empat instansi yang dilakukan di Jakarta, Kamis (16/11). Keempat instansi antara lain, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersinergi dengan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas), Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), dan Pengelola Portal Indonesia National Single Window (PP INSW).
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, sinergi diharapkan dapat mempermudah KKKS dalam mengajukan permohonan fasilitas pembebasan fiskal atas impor barang operasi kegiatan Usaha Hulu Migas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Diharapkan KKKS tertarik untuk berinvestasi melakukan eksplorasi dan eksploitasi di Indonesia," tutur Heru di sela acara penandatangan Nota Kesepahaman di Kantor DJBC, Kamis (16/11).
Saat ini, lanjut Heru, proses pemberian fasilitas fiskal masih belum efisien untuk meningkatkan pertumbuhan kegiatan Usaha Hulu Migas di Indonesia. Pasalnya, sistem informasi antar K/L masih belum terintegrasi.
Selain itu, penyantuman data yang berulang membuat proses permohonan pemberian fasilitas fiskal menjadi panjang.
Sebagai gambaran, KKKS harus mengajukan permohonan kepada tiga K/L (SKK Migas, Ditjen Migas, dan DJBC) dengan total transaksi mencapai enam hari hingga mendapatkan Surat Keputusan Masterlist dan total waktu pelayanan mencapai 42 hari kerja.
Akibatnya, rantai perizinan menjadi panjang dan data yang dihasilkan tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh K/L yang berkepentingan.
"Waktu 42 hari itu sudah lama sekali di era sekarang," ujarnya.
Dengan pengembangan sistem informasi terintegrasi, KKKS hanya perlu melakukan penyerahan dokumen sekali saja saat mengajukan permohonan dengan menggunakan system single submission (SSM) melalui Portal INSW. Mulai dari pengajuan Rencana Kebutuhan Barang Impor (RKBI), Rencana Impor Barang (RIB), sampai dengan Surat Keputusan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI).
"Sebelumnya, DJBC dan KKKS telah menerapkan sistem otomasi yang terhubung melalui sistem aplikasi SOFAST, namun belum dengan Ditjen Migas, SKK Migas, dan PP INSW," ujarnya.
Setelah dilakukan integrasi sistem antar keempat instansi, waktu pelayanan pemberian fasilitas fiskal kepada KKKS bakal lebih cepat dan efisien. Jika sebelumnya transaksi dilakukan enam kali menjadi dua kali. Kemudian, total waktu untuk pengurusan fasilitas juga bisa dipangkas menjadi 24 hari kerja. Imbasnya biaya pengurusan izin pun bisa ditekan.
Selain itu, integrasi sistem juga dapat menyediakan data tunggal bagi pemerintah dan pelaku usaha.
Heru berharap, implementasi sistem terintegrasi antar K/L dalam rangka pemberian fasilitas fiskal atas impor barang operasi keperluan KKKS dapat dilakukan tahun depan.
"Mudah-mudahan di kuartal pertama sudah ada prototypenya (sistem yang terintegrasi)," ujarnya.
Lebih lanjut, integrasi sistem informasi bakal dilanjutkan dengan Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, dan Direktorat Jenderal Anggaran untuk kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Ke depan, pemanfaatan data untuk kepentingan cost recovery, penilaian aset Barang Milik Negara (BMN) serta penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Migas dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) migas dapat lebih akurat.
Di tempat yang sama, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menilai proses permohonan pemberian fasilitas fiskal kepada KKKS yang lebih cepat dan efisien bakal berimbas pada turunnya biaya yang dikeluarkan oleh KKKS. Negara juga akan diuntungkan karena semakin produktif KKKS pengembalian biaya eksplorasi dan eksploitasi migas (cost recovery) bisa ditekan.
"Mudah-mudahan kami bisa cepat mengimplementasikan [sistem informasi terintegrasi] ini," ujar Amien.
berdasarkan data DJBC, pemberian fasilitas migas yang telah dikeluarkan oleh DJBC di tahun 2015 sebanyak 1.392 surat keputusan pemberian fasilitas migas dan di tahun 2016 sebanyak 1.221 surat keputusan pemberian fasilitas migas. Tahun lalu, nilai impor migas juga meningkat dari US$2,3 miliar pada 2015 menjadi US$3,9 miliar.
(lav)