Jakarta, CNN Indonesia -- Prinsipal asing berpotensi kehilangan pendapatan dari biaya transaksi sedikitnya Rp224 miliar jika logo garuda mejeng di seluruh kartu ATM/debit. Bank Indonesia (BI) menyebut bahwa prinsipal asing masih menguasai 80 persen sistem pembayaran kartu ATM/debit. Adapun, jumlah kartu ATM/debit beredar saat ini sebanyak 176 juta kartu.
Hitung punya hitung, berarti sekitar 140,8 juta kartu ATM/debit berlogo prinsipal asing, umumnya dikuasai oleh Visa dan Mastercard.
Nah, dengan rata-rata biaya
routing Rp1.600 untuk setiap transaksi di domestik, berarti Rp224 miliar yang menjadi pendapatan prinsipal asing selama ini berpotensi menguap.
“Biaya routing itu untuk pemrosesan data transaksi di luar negeri, meskipun transaksi dan kartunya di Indonesia. Kalau transaksinya di luar negeri, biayanya beda lagi,” ujar Kepala Pusat Program Transformasi BI Onny Widjanarko, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun, rata-rata transaksi kartu ATM/debit per harinya sebanyak 16 juta transaksi dengan nilai transaksi Rp17 triliun per hari.
Bank sentral sendiri mulai mewajibkan kartu ATM/debit berlogo Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) pada 1 Januari 2018 mendatang.
“Setidaknya satu kartu yang dikantongi masyarakat, harus berlogo nasional. Jadi, kalau punya tiga kartu ATM/debit, salah satunya wajib. Mau diganti dengan logo nasional pun semuanya bisa,” imbuh dia.
Kartu berlogo nasional memungkinkan sistem yang mengintegrasikan berbagai kanal pembayaran yang memfasilitasi transaksi elektronik. Lewat sistem ini, nantinya satu kartu dari bank penerbit berbeda-beda dapat digesek melalui mesin
Electronic Data Captured (EDC).
Selama ini, setiap bank penerbit harus terlebih dahulu bekerja sama dengan switching untuk dapat memperluas koneksinya dalam melakukan transaksi elektronik.
Tidak cuma itu, sambung Onny, sistem GPN juga memungkinkan biaya transaksi elektronik kartu ATM/debit menjadi lebih murah karena biaya sharing investasi lebih rendah, biaya transaksi pembayaran (
Merchant Discount Rate/MDR) pun dibatasi maksimal satu persen.
“Jadi, bukan cuma biaya MDR yang turun jadi maksimal satu persen dari selama ini 1,6 persen-2,2 persen, tetapi juga potensi biaya seluruh transaksi elektronik, seperti tarik tunai, transfer dana, dan lain-lain bisa kurang dari saat ini sebesar Rp6.500,” katanya.
(bir)