Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku akan memprioritaskan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) domestik tahun depan dengan porsi mencapai 80 persen terhadap total penerbitan yang senilai Rp846,4 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (PPR) Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan, dominasi SBN domestik ini disebabkan karena keinginan pemerintah untuk menekan rasio utang valuta asing terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pada 2021 nanti, pemerintah ingin rasio utang terhadap PDB di kisaran 36 persen, atau jauh berkurang dibanding tahun 2018 yang masih di atas 38 persen.
Selain itu, penerbitan surat utang valas diminimalisasi karena perekonomian global masih akan terpapar banyak risiko tahun depan, seperti kondisi geopolitik dan pertumbuhan ekonomi China.
“Kami concern bagaimana mengelola risiko dan kami ingin mengoptimalkan utang dalam negeri,” ujar Luky di Kementerian Keuangan, Senin (18/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka itu, lanjut Luky, sisa penerbitan valas sebesar Rp145,3 triliun juga tak akan diterbitkan sekaligus, melainkan dalam beberapa tahap. Sesuai strategi instansinya, SBN valas akan diterbitkan sepanjang semester I 2017.
Pada kuartal I 2017, pemerintah akan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dalam mata uang Dolar AS sebanyak US$4 miliar, dan dilanjutkan oleh Samurai Bonds, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Global Medium Term Note (GMTN), dan SUN mata uang ganda (dual currencies).
“Kami melihat kondisi global yang penuh uncertainty misalnya global market, makanya penerbitannya akan kami break down di tiap kuartal,” lanjut Luky.
Tak hanya SBN, pemerintah juga ingin pinjaman luar negeri susut demi mendukung target rasio utang valas tersebut.
Memang, untuk tahun depan, pinjaman luar negeri ada di angka Rp51,3 triliun atau lebih besar ketimbang pinjaman dalam negeri sebesar Rp4,5 triliun.
Namun, pinjaman itu digunakan untuk kepentingan program dan proyek pemerintah. Apalagi, angkanya pun hanya 6,55 persen dari total kebutuhan pembiayaan tahun depan. “Kami berupaya agar pinjaman yang didapatkan digunakan untuk kebutuhan produktif,” pungkas dia.
Sekedar informasi, pemerintah membutuhkan pembiayaan tahun depan sebanyak Rp783,2 triliun yang terdiri dari Rp55,8 triliun pinjaman dan Rp727,4 triliun SBN.
Namun, Angka SBN ini kemudian ditambah lagi dengan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) jatuh tempo sebesar Rp119 triliun, sehingga angka total SBN yang diterbitkan pemerintah tahun depan di angka Rp846,4 triliun.
(lav)