Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak dunia kembali terdongkrak pada perdagangan Rabu (20/12), waktu Amerika Serikat (AS). Hal ini ditopang oleh turunnya persediaan minyak mentah AS yang melampaui perkiraan, serta berlanjutnya gangguan pada pipa minyak Laut Utara.
Dilansir dari Reuters, Kamis (21/12), harga minyak mentah AS West Texas Intermediaries (WTI) meningkat US$0,53 menjadi US$58,09 per barel. Kondisi sama juga terjadi pada harga minyak mentah Brent yang naik US$0,76 menjadi US$64,56 per barel.
Berdasarkan laporan Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) yang dirilis kemarin, stok minyak mentah AS turun 6,5 juta barel, melampaui perkiraan pada pekan lalu. Sementara itu, stok bensin meningkat 1,2 juta barel, di bawah perkiraan, meskipun aktivitas kilang meningkat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Persediaan minyak mentah AS, di luar persedian Bahan Bakar Minyak (BBM) strategis, ada di level 436,5 juta barel, terendah sejak Oktober 2015. Penurunan persediaan terus terjadi di AS akibat kuatnya permintaan ekspor dan upaya dari produsen minyak besar untuk membatasi produksi.
Kilang minyak AS terus beroperasi di atas rata-rata dari yang biasanya terjadi pada akhir tahun. Hal ini mengimbangi kuatnya produksi minyak mentah AS guna menghasilkan produk yang siap diekspor ataupun digunakan di domestik.
Ahli Strategi Makro Seaport Global Securities Richard Hastings menyatakan pada beberapa minggu terakhir, utilisasi kapasitas kilang meningkat 94,1 persen, tertinggi sejak musim panas, dan di atas rata-rata bulan Desember.
"Persediaan minyak mentah AS semakin rakus dan ini membatasi peningkatan pada produksi minyak AS," ujar Hastings di Charlotte.
"Ini kondisi stabil di mana harga dasar untuk minyak mentah terlihat cukup kuat," tambahnya.
Bulan lalu, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan 10 produsen minyak dunia lain yang dipimpin Rusia sepakat untuk memperpanjang jangka waktu pemangkasan produksi sebesar 1,8 juta barel per hari (bph) hingga akhir tahun depan demi mendongkrak harga minyak dunia.
Beberapa produsen minyak, termasuk Rusia, meningkatkan perhatian pada, apakah kesepakatan pemangkasan harus dilanjutkan hingga akhir tahun depan. Rabu kemarin, Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih menyatakan masih terlalu dini untuk membicarakan perubahan kebijakan OPEC. Ia menyatakan turunnya stok minyak dunia kemungkinan akan terjadi hingga paruh kedua tahun depan.
Sementara itu, Menteri Perminyakan Kuwait Bakhit al-Rashidi menyatakan, tingkat kepatuhan negara anggota OPEC dan non-OPEC saat ini ada di level 122 persen, tertinggi sejak kebijakan mulai dilaksanakan pada Januari tahun ini.
Di sisi lain, kenaikan produksi minyak mentah AS membatasi kenaikan harga minyak dunia. Pemerintah AS mencatat produksi minyak mentah AS telah melonjak 16 persen sejak pertengahan tahun lalu menjadi 9,8 juta bph. Sebagai catatan, jumlah produksi tertinggi minyak mentah AS sepanjang masa yaitu lebih dari 10 juta bph yang terjadi pada awal 1970-an.
Sebagian besar analis memperkirakan rekor produksi AS bakal dipecahkan dalam waktu dekat. Nantinya, jumlah produksi minyak mentah AS bisa setara yang dihasilkan Arab Saudi dan hampir melampaui Rusia yang menghasilkan sekitar 11 juta bph.
Selain persediaan minyak AS, kenaikan harga minyak dunia juga didukung oleh masih terhentinya operasional pipa minyak Forties di Laut Utara.
Pipa minyak ini penting karena mengangkut minyak yang diperhitungkan dalam menentukan harga acuan Brent.
Ineos, selaku operator Forties, kemarin menyatakan upaya perbaikan tengah berlangsung setelah retakan ditemukan yang mengakibatkan berhentinya operasional pipa sejak 11 Desember lalu. Upaya perbaikan diperkirakan bakal memakan waktu dua hingga empat minggu.
(agi)