Harga Minyak Stagnan Terseret Kenaikan Produksi

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Senin, 18 Des 2017 06:26 WIB
Kenaikan produksi minyak Amerika Serikat (AS) dan lemahnya permintaan bensin menahan laju kenaikan harga minyak mentah dunia.
Kenaikan produksi minyak Amerika Serikat (AS) dan lemahnya permintaan bensin menahan kenaikan harga minyak mentah dunia. (REUTERS/David Mdzinarishvili)
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak dunia relatif stagnan pada perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (17/12). Berhentinya operasional pipa Laut Utara mampu mendorong harga. Di saat bersamaan, kenaikan produksi minyak AS dan lemahnya permintaan bensin menahan kenaikan harga.

Dilansir dari Reuters pada Senin (18/12), harga minyak Brent berjangka turun tipis 0,1 persen dari perdagangan sebelumnya atau US$0,08 menjadi US$63,23 per barel. Sementara, harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) naik US$0,26 menjadi US$57,3 per barel.

Secara mingguan, harga Brent merosot 0,3 persen dan WTI 0,1 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Terdapat tekanan pada harga minyak mentah," ujar partner Again Capital LLC John Kilduff di New York.


"Permintaan terhadap bensin lebih rendah yang biasanya tidak terjadi pada musim liburan dan persediaan naik dengan stabil. Hal ini merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan," ujarnya.

Tercatat, harga bensin berjangka turun 3,5 persen pekan lalu.

Komisi Perdagangan Komoditas Berjangka AS (CFTC) menyatakan manajer aset dan investasi menahan aksi beli bersih posisi minyak mentah AS berjangka hingga 12 Desember dengan mengurangi aset yang dipegang untuk minggu kedua setelah mencetak rekor.

Kelompok spekulator itu memangkas kombinasi posisi kontrak berjangka dan opsi sebesar 7.542 kontrak menjadi 453.200 selama periode tersebut. Pemangkasan tersebut terjadi untuk kedua kalinya.

Pelaku pasar menyatakan gangguan pada pipa Forties yang mengangkut minyak dari Laut Utara ke Inggris memberikan dukungan pada harga Brent pada awal sesi perdagangan.

Meskipun terjadi di kawasan Laut Utara, pipa Forties penting untuk pasar minyak global karena minyak mentah yang diangkutnya diperhitungkan dalam penentuan harga acuan Brent.

Operator pipa INEOS untuk pertama kalinya menyatakan berhentinya operasional pipa Forties sebagai keadaan kahar (force majeur). Dengan demikian, perusahaan bisa terbebas dari kewajiban yang tertuang dalam kontrak karena situasi yang di luar kendali.

Di sisi lain, produksi minyak AS, yang telah melesat 16 persen sejak pertengahan 2016 menjadi 9,78 juta barel per hari (bph), mengganggu kesepakatan pemangkasan produksi kartel Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan beberapa negara pengekspor minyak non OPEC, termasuk Rusia.

Sebagai catatan, sejak Januari 2017, OPEC dan sekutunya sepakat memangkas produksi minyak sebesar 1,8 juta bph. Kesepakatan ini tadinya bakal berakhir pada Maret 2018 namun diperpanjang hingga akhir tahun depan.


Badan Energi Internasional menilai jumlah pasokan minyak AS bakal menggerakkan pasar ke kondisi surplus penawaran pada paruh pertama tahun depan.

Saat ini, jumlah produksi minyak AS hampir menyamai jumlah produksi minyak Arab Saudi dan Rusia.

Berdasakan data Baker Hughes, pekan lalu, jumlah rig pengeboran minyak AS turun 4 menjadi 747 rig. Penurunan tersebut merupakan penurunan pertama sejak enam minggu terakhir.

Namun demikian, jumlah rig tersebut masih lebih banyak dibandingkan tahun lalu di mana hanya 510 rig yang aktif. Sebagai informasi, jumlah rig yang aktif merupakan indikator jumlah produksi minyak di masa depan. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER