Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak dunia terkerek pada perdagangan Kamis (28/12) waktu Amerika Serikat (AS), mendekati level tertingginya dalam dua setengah tahun terakhir. Data menunjukkan kuatnya permintaan impor minyak mentah dari China serta meningkatnya aktivitas kilang di AS, menjadi pemicunya.
Di sisi lain, aktivitas perdagangan relatif tipis pada akhir tahun mengingat banyak pelaku yang berlibur.
Dilansir dari
Reuters, Jumat (29/12), harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) naik US$0,2 menjadi US$59,84 per barel. Kenaikan juga terjadi pada hanya minyak mentah berjangka Brent sebesar US$0,28 menjadi US$66,72 per barel.
Pekan ini, harga WTI sempat menyentuh US$60 per barel untuk pertama kalinya sejak Juni 2015. Sementara Brent mencapai US$67 per barel untuk pertama kalinya sejak Mei 2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di awal sesi perdagangan, besarnya kuota impor minyak mentah China tahun depan memacu kenaikan harga. Berdasarkan pusat data China Xinhua, persediaan minyak mentah China pada November laluu telah menyentuh titik terendahnya dalam tujuh tahun terakhir sebesar 26,15 juta ton.
Di AS, Departemen Energi AS menyatakan pasokan minyak mentah turun 4,6 juta barel pada minggu terakhir. Persediaan minyak di luar cadangan stategis nasional turun lebih dari 11 persen tahun lalu.
Sementara itu, aktivitas kilang AS meningkat, mendorong penggunaan kapasitas hingga 95,7 persen, tertinggi untuk Desember sejak 1998. Hal ini menandakan meningkatnya permintaan minyak mentah yang akhirnya mendongkrak harga minyak mentah.
Produsen minyak memang meraup untung dalam beberapa bulan terakhir seiring dengan melebarnya selisih harga minyak mentah AS dan harga berjangka Brent.
"Pada minggu lalu, kuatnya permintaan terhadap produk kilang, terutama minyak distilasi, terus memberikan insentif bagi penyuling untuk memproses minyak mentah pada level yang meningkat," ujar David Thompson, Executive Vice President Powehouse, broker komoditas khusus energi di Washington.
Pasar minyak mengetat usai setahun berjalannya kesepakatan pemangkasan produksi minyak oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan non OPEC, termasuk Rusia. Kesepakatan pemangkasan sebesar 1,8 juta barel per hari (bph) ini berlaku sejak Januari 2018 hingga akhir tahun depan.
Melawan pemangkasan tersebut, produksi minyak Negeri Paman Sam telah naik lebih dari 16 persen sejak pertengahan 2016 dan mendekati 10 juta bph, dibelakang produksi Arab Saudi dan Rusia.
Sepanjang minggu terakhir, produksi minyak AS sedikit turun ke level 9,75 juta bph dari 9,79 juta bph pada minggu sebelumnya.
Kenaikan harga juga dipicu oleh gangguan pada pipa minyak di Libya dan Laut Utara. Pasokan minyak Libya terganggu oleh serangan pada pipa pekan ini dan aliran menuju pelabuhan minyak Es Sider turun sekitar 70 ribu bph, kemarin.
Di Laut Utara, pipa Forties berkapasitas 450 ribu bph berhenti operasional bulan ini pasca ditemukannya sebuah retakan. Operator berharap kedua pipa bisa kembali beroperasi normal awal Januari 2018.
(lav)