Harga Minyak Ditutup Melemah di Awal Perdagangan 2018

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Rabu, 03 Jan 2018 07:14 WIB
Harga minyak dunia ditutup melemah pada perdagangan pertama tahun ini, Selasa (2/1) waktu AS, setelah sempat menyentuh level tertinggi di akhir tahun lalu.
Harga minyak dunia ditutup melemah pada perdagangan pertama tahun ini, Selasa (2/1) waktu AS, setelah sempat menyentuh level tertinggi di akhir tahun lalu. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak dunia tergelincir pada perdagangan Selasa (2/1), waktu Amerika Serikat (AS), setelah menyentuh level tertinggi sejak pertengahan 2015 di penutupan perdagangan akhir tahun lalu. Hal tersebut, terjadi akibat kembali beroperasinya pipa minyak di Libya dan Inggris serta produksi minyak AS yang mencapai titik tertingginya sejak lebih dari empat dekade terakhir.

Dilansir dari Reuters, Rabu (3/1), harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) turun US$0,2 menjadi US$60,22 per barel pada pukul 11:34 EST siang. Pada awal sesi perdagangan harga WTI sempat menyentuh US$60,74 per barel, tertinggi sejak Juni 2015.

Hal sama juga terjadi pada harga minyak berjangka Brent, harga acuan internasional, yang turun US$0,53 atau 0,8 persen menjadi US$66,34 per barel. Padahal, harganya sempat menyentuh US$67,29 per barel, tertinggi sejak Mei 2015.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selisih antara harga WTI dan Brent mencapai titik terdekat dalam hampir dua minggu terakhir.

Sebagai catatan, ini merupakan kali pertama sejak Januari 2014 di mana kedua harga acuan dibuka di level di atas US$60 per barel. Hal ini dipicu oleh demonstrasi besar anti pemerintah di Iran dan pemangkasan produksi oleh anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Rusia.

Sementara itu, operasional pipa minyak Forties di Laut Utara telah pulih kembali pada 30 Desember 2017 lalu dengan kapasital produksi penuh, 450 ribu barel per hari (bph). Sebelumnya, pipa Forties sempat berhenti beroperasi karena ditemukan retakan.

Selain itu, teknisi menyatakan upaya perbaikan pipa minyak di Libya telah rampung dan mulai berproduksi secara bertahap. Pekan lalu, pasokan minyak Libya terganggu oleh serangan pada pipa dan aliran menuju pelabuhan minyak Es Sider turun sekitar 70 ribu bph.

"Resolusi masalah pipa minyak Laut Utara sesuai yang diharapkan sehingga selisih harga Brent dan WTI hari ini [Selasa (2/1)] menyempit," ujar David Thompson, Executive Vice President Powerhouse, broker komoditas khusus energi di Washington.

Thompson menambahkan, para pelaku pesar telah kembali dari lburan sehingga mendongrak volume perdagangan.

"Meskipun harga harian melemah, kedua harga Brent dan WTI masih solid, dan tren masih naik (bullish) untuk jangka panjang - US$58,95 dekat dengan level support untuk WTI berjangka awal bulan dan US$65,60 merupakan harga support koresponden untuk Brent berjangka," ujar Thomson.

Di Iran, pemimpin tertingginya kemarin menuduh musuh terbesar Iran telah memicu kerusuhan, seiring meningkatnya jumlah korban meninggal yang mencapai 21 orang dari demonstasi anti pemerintah yang berawal pekan lalu.

Iran merupakan produsen minyak ketiga terbesar OPEC. Sumber industri perminyakan dan pengiriman Iran menyatakan demonstrasi tidak berdampak pada produksi dan ekspor minyak.

"Risiko geopolitik jelas kembali pada agenda minyak mentah setelah hampir absen sejak pasar minyak berada dalam kondisi surplus pada paruh kedua 2014," ujar Bjarne Schieldrop, kepala analis komoditas di SEB.Pernyataanya juga merujuk pada Kurdistan dan Libya.

Pemangkasan produksi minyak sebesar 1,8 juta bph oleh OPEC dan Rusia dalam setahun terakhir telah menopang harga minyak. Rencananya, pemangkasan yang terjadi sejak Januari 2017 lalu bakal berakhir pada akhir 2018.

Di sisi lain, persediaan minyak mentah komersial AS turun 20 persen dari level tertinggi Maret lalu, menjadi 431,9 juta barel.

Kuatnya pertumbuhan permintaan, terutama dari China, juga menopang harga minyak mentah. Kendati demikian, kenaikan produksi minyak AS, yang hampir menembus 10 juta bph, telah menahan tren kenaikan (bullish) harga.

Bank Barclays memperkirakan naiknya produksi minyak AS bakal mengganggu upaya OPEC untuk menyeimbangkan kembali pasar dan membuat pasar menjadi surplus tahun ini.

Berdasarkan laporan Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA), produksi minyak mentah AS pada Oktober lalu naik 167 ribu bph menjadi 9,64 juta bph. Jika angka tersebut tidak direvisi bulan depan, maka produksi minyak AS mencapai level tertinggi bulanan sejak Mei 1971. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER