Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak dunia menguat pada penutupan perdagangan Senin (22/1), waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan terjadi di tengah fluktuasi dolar AS dan kembali beroperasinya beberapa lapangan minyak di Libya yang membuat pasar terombang-ambing.
Dilansir dari
Reuters, Selasa (23/1), harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret menanjak US$0,42 atau 0,6 persen menjadi US$69,03 per barel, setelah sempat menyentuh level US$69,51 per barel. Pada 15 Januari lalu, harga Brent sempat menembus US$70,37 per barel, tertinggi sejak Desember 2014.
Sementara itu, harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) terkerek US$0,25 atau 0,4 persen menjadi US$63,62 per barel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indeks dolar yang mengukur kekuatan doar melawan enam mata uang lain di dunia tertekan ke level yang mendekati titik terendah dalam tiga tahun terakhir. Indeks tersebut sempat kembali naik seiring dengan bakal berakhirnya kebijakan "shutdown" pemerintahan AS. Namun, indexs kembali melemah di akhir sesi perdagangan, membebani minyak mentah untuk kedua kalinya.
Biasanya, melemahnya kurs dolar AS terhadap mata uang asing bakal mendongkrak pembelian komoditas berbasis dolar AS, mengingat harganya menjadi relatif lebih murah bagi pemegang mata uang asing. Kendati demikian, pembelian di saat pelemahan dolar sudah jarang terjadi di beberapa bulan terakhir.
"Perdagangan seperti itu (pembelian di saat kurs dolar melemah) sudah sedikit kurang populer, tapi pasar sekarang menuju ke level di mana perdagangan seperti itu bakal mulai terjadi," ujar John Kilduff dari Again Capital di New York.
Di awal hari, kembali berproduksinya lapangan minyak As-Sarah di Libye telah membebani pasar.
"Efek negatifnya mungkin terbatas namun level harga tertinggi yang terjadi pekan lalu kemungkinan tidak akan tercapai kecuali ada perubahan signifikan pada faktor pendorong harga di sisi pasokan," ujar Analis PVM Tamas Varga dalam laporannya.
Lapangan as-Sarah kembali berproduksi pada hari Minggu lalu dan diperkirakan bakal menambah produksi sebesar 55 ribu barel per hari pada Senin kemarin.
Harga minyak Brent, secara khusus, sensitif terhadap perubahan produksi dari Libya, mengingat sebagian besar minyak mentah Libya dihargai dengan Brent.
Di sisi lain, faktor penopang pasar berasal dari komentar dari eksportir minyak terbesar Arab Saudi yang menyatakan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen minyak lainnya akan melanjutkan pemangkasan produksi hingga melampaui 2018. Kesepakatan tersebut telah berjalan sejak Januari 2017.
Menteri Arab Saudi Khalid al-Falih menyatakan, keseimbangan pasar kemungkinan tidak akan terjadi hingga 2019, mengisyaratkan bakal lebih lama dari perkiraan OPEC sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi global juga telah membantu mendongkrak harga melalui meningkatnya permintaan.
"Pertumbuhan ekonomi global telah tersinkronisasi dan melaju di atas tren," ujar catatan salah satu Bank AS, Morgan Stanley.
(agi)