Rencana Bea Impor Tembakau Dinilai Bisa Rugikan Pemerintah

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Rabu, 24 Jan 2018 16:08 WIB
Rencana pengenaan bea masuk sebesar 60 persen di dalam Rencana Undang-Undang (RUU) Pertembakauan bisa menjadi 'senjata makan tuan' bagi pemerintah.
Rencana pengenaan bea masuk sebesar 60 persen di dalam Rencana Undang-Undang (RUU) Pertembakauan bisa menjadi 'senjata makan tuan' bagi pemerintah. (CNN Indonesia/Agustiyanti)
Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana pengenaan bea masuk sebesar 60 persen di dalam Rencana Undang-Undang (RUU) Pertembakauan bisa menjadi 'senjata makan tuan' bagi pemerintah. Sebab, alih-alih mendapat manfaat dari proteksi produksi tembakau, Indonesia bisa jadi menuai mudharat.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, tarif bea masuk yang tinggi tentu membuat importir tembakau semakin malas memasok tembakaunya ke Indonesia.

Padahal, kebutuhan Indonesia akan tembakau impor masih sangat tinggi. Hal itu mengingat produksi tembakau dalam negeri tidak cukup memenuhi kebutuhan domestik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian, tren permintaan tembakau memang selalu lebih besar ketimbang pasokan dari dalam negeri. Di tahun 2011, contohnya, kebutuhan tembakau dalam negeri berada di angka 293,36 ribu ton, padahal produksi tembakau dalam negeri hanya 211,34 ribu ton.

Kondisi ini pun tak membaik di tahun 2015, di mana kebutuhan tembakau melonjak berada di angka 363,13 ribu ton namun pemenuhan tembakau dari dalam negeri justru anjlok ke angka 164,08 ribu ton.

Tak hanya itu, jumlah petani tembakau pun disebut terus menurun dengan rata-rata penurunan 2,57 persen per tahun yang diiringi dengan penurunan luas lahan perkebunan tembakau sejak tahun 2010. Artinya, kemampuan memasok tembakau dalam negeri makin lemah, sehingga impor tembakau tentu masih dibutuhkan oleh Indonesia.

“Kesimpulannya, pembatasan tembakau impor yang tidak melihat realita bahwa produksi dalam negeri belum mencukupi kebutuhan domestik itu justru akan berbahaya bagi perindustrian nasional,” ujar Yustinus di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (24/1).

Apalagi, produksi tembakau domestik secara kualitas pun dianggap tak begitu mumpuni dibanding tembakau impor. Berdasarkan penelitian yang ia himpun sebelumnya, terdapat empat masalah dalam tembakau Indonesia, yakni banyak benda asing di dalamnya, tingkat klorida yang tinggi, fisik tembakau yang tidak baik, hingga varietas tanaman yang terbatas.

Rencana Bea Impor Tembakau Dinilai Bisa Rugikan Pemerintah(CNN Indonesia/Agustiyanti)

“Mau tidak mau ya memang Indonesia masih butuh impor. Kalau didalami lebih lanjut, sebetulnya ada varietas yang tidak bisa diproduksi Indonesia, misal Victoria ini harus diimpor dari Turki,” ungkap dia.

Selain menghambat kebutuhan dalam negeri, Indonesia juga berpotensi kena sanksi internasional lantaran menerapkan bea masuk sebesar 60 persen. Menurut dia, Indonesia bisa melanggar peraturan World Trade Organization (WTO) di mana tarif bea impor tembakau berada dalam rentang nol hingga 40 persen.

Tak hanya dari WTO, Indonesia juga bisa mengalami serangan balas dendam dari negara-negara utama pengekspor tembakau ke Indonesia, seperti Amerika Serikat, Brazil, dan Turki mengingat Indonesia tidak memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara tersebut.

“Kalau bea masuk ini dipaksakan, nantinya Amerika Serikat, Turki, dan Brazil malah mengekspor tembakau ke Indonesia lewat negara-negara yang sudah punya perjanjian tarif dengan Indonesia. Bisa jadi nantinya akan ada retaliasi dagang dari AS, Turki, dan Brazil, nah apakah neraca perdagangan Indonesia siap menghadapi hal tersebut?” papar dia.

Maka dari itu, ia mengimbau DPR selaku inisiator RUU tersebut untuk menimbang kembali angka bea masuk tersebut. Bahkan, ada baiknya Indonesia belajar dari penerapan kebijakan bea masuk tembakau dari negara lain.

Sebagai contoh, China dan Turki menerapkan kebijakan tarif bea masuk yang cukup tinggi mengingat produktivitas tanamannya juga cukup baik. Lalu, ada pula AS yang menerapkan kebijakan tarif bea masuk berbeda-beda tergantung jenis tembakaunya.


“Tapi secara umum, memang negara lain yang punya kebutuhan tembakau dalam negeri yang sangat besar itu menerapkan tarif bea masuk yang cukup rendah,” kata Yustinus.

Berdasarkan pasal 25 draf RUU Pertembakauan yang dihimpun CNNIndonesia.com, rencananya pelaku usaha yang memasukkan atau mengimpor tembakau berupa lembaran daun, gagang tembakau, sobekan daun yang sudah dipisahkan dari gagangnya baik menggunakan mesin atau tangan/atau rajangan belum siap pakai dan rajangan setengah jadi dikenakan bea masuk paling sedikit 60 persen.

Tak hanya itu, pelaku usaha yang memasukkan impor tembakau rajangan malah akan dikenakan bea masuk 200 persen dari harga penyerahan barang di atas kapal (cost insurance freight). (gir/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER