Jakarta, CNN Indonesia -- Sepanjang tahun 2017 ekspor minyak sawit Indonesia mengalami peningkatan. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat, ekspor minyak sawit Indonesia pada tahun lalu sebanyak 31,05 juta ton atau meningkat 23 persen dibanding tahun 2016 sebanyak 25,11 juta ton.
Sekretaris Jenderal Gapki Togar Sitanggang mengatakan, seiring kenaikan ekspor, nilai sumbangan devisa minyak sawit pun mengalami peningkatan. Tahun 2017 nilai ekspor minyak sawit tercatat menembus US$22,97 miliar atau meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar US$18,22 miliar.
"Nilai ekspor minyak sawit tahun 2017 merupakan yang tertinggi yang pernah dicapai sepanjang sejarah ekspor minyak sawit Indonesia," terangnya dalam acara Konferensi Pers Refleksi Industri Sawit Tahun 2017 dan Prospek Tahun 2018, di Jakarta, Selasa (30/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
GAPKI mencatat, hampir semua negara tujuan ekspor minyak sawit Indonesia meningkat permintaannya. Secara persentase negara-negara Afrika mengalami peningkatan permintaan paling tinggi di tahun 2017.
Ekspor minyak sawit ke negara-negara Afrika mengalami peningkatan sebesar 50 persen menjadi 2,29 juta ton di tahun 2017 dari 1,52 juta ton di tahun 2016.
Disusul Bangladesh 1,26 juta ton naik 36 persen, India 7,63 juta ton naik 32 persen, China 2,29 juta ton naik 16 persen, negara-negara Uni Eropa 5,03 juta ton naik 15 persen, Amerika Serikat 1,18 juta ton naik sembilan persen, Pakistan 2,21 juta ton naik tujuh persen, Negara-negara Timur Tengah 2,12 juta ton naik tujuh persen dibanding tahun 2016.
Tahun Depan, Ekspor Hanya Naik 10 PersenPada 2018, Togar mengestimasi ekspor minyak sawit Indonesia hanya naik 10 persen atau malah lebih rendah dari pertumbuhan ekspor tahun lalu.
Meski angka pertumbuhan lebih rendah, namun pertumbuhan ekspor bisa dicapai seiring meningkatnya konsumsi minyak sawit di dunia.
Ia pun menilai, minyak sawit masih memiliki daya saing yang tinggi dibanding dengan minyak nabati lainnya karena harganya yang relatif lebih murah.
"Minyak sawit pun banyak digunakan dan tidak bisa digantikan dengan minyak nabati lain," imbuhnya.
Kendati demikian, Togar mengatakan, industri sawit Indonesia masih memiliki hambatan ekspor dari beberapa negara. Seperti, Amerika Serikat dengan kebijakan anti dumping atas produk biodiesel Indonesia.
Kemudian, Resolusi parlemen Uni Eropa yang berencana melakukan pelarangan biodiesel berbasis kelapa sawit di tahun 2021 mendatang. Ditambah lagi, India pun menaikan pajak impor untuk komoditas ini menjadi dua kali lipat.
"Indonesia dan Malaysia pun sudah meminta pemerintah India untuk mempertimbangkan upaya kenaikan biaya pajak tersebut,” ujar dia.
Sementara itu, Ketua Umum Gapki mengatakan, tahun ini pihaknya akan terus memperluas pasar ekspor baru seperti ke Pakistan dan negara-negara Timur Tengah.
"Kami selalu mencari (pasar baru), Iran perlu di follow up lagi, Pakistan perlu di follow up lagi, Afrika perlu didatangi lagi, Bangladesh perlu didatangi lagi," ujarnya.
(lav)