BI Estimasi Kajian Uang Digital Baru Rampung pada 2020

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Rabu, 31 Jan 2018 20:32 WIB
Bank Indonesia (BI) mengestimasi kajian mata uang digital bank sentral (Central Bank Digital Currency/CBDC) yang dimulai tahun baru akan rampung pada 2020.
Bank Indonesia (BI) mengestimasi kajian mata uang digital bank sentral (Central Bank Digital Currency/CBDC) yang dimulai tahun baru akan rampung pada 2020. (CNN Indonesia/Agustiyanti).
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mengestimasi kajian mata uang digital bank sentral (Central Bank Digital Currency/CBDC) yang dimulai tahun baru akan rampung pada 2020 mendatang.

Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko menjelaskan, BI sebenarnya telah melirik CBDC sejak 2017 dengan melakukan riset terhadap standar (benchmark) yang telah diterapkan oleh bank sentral negara-negara lain di dunia.

Misalnya hasil riset dari Kanada, Singapura, negara-negara di forum G20, hingga Ekuador. Bahkan Ekuador dikabarkan tengah melakukan uji coba (pilot project) penggunaan mata uang digital tersebut.

Hanya saja, 'gong' kajian baru dinyatakan mulai tahun ini, sehingga diperkirakan hasilnya baru rampung dalam dua tahun ke depan. "Mudah-mudahan kalau bisa lebih cepat, itu lebih bagus. Tapi ini kan mata uang, sehingga ada kompleksitasnya," ucap Onny di kantornya, Rabu (31/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, Onny bilang, kajian CBDC ini akan membedah lebih dalam sisi legalitas. Sebab, saat ini ketentuan alat pembayaran diatur dalam landasan hukum yang jelas, yaitu Undang-Undang (UU) mata uang.

Dalam landasan hukum itu disebutkan, secara resmi alat pembayaran di Tanah Air hanyalah rupiah, sehingga harus pula dilihat apakah dari sisi legalitas ini bisa melanggar atau tidak.
"Kalau UU tidak memungkinkan, ya harus kami lihat," tekannya.

Kemudian, BI akan pula melihat infrastruktur yang dibutuhkan hingga penggunaan teknologi untuk menerapkannya sebagai salah satu alat pembayaran.

"Jadi kami pelajari bagaimana implikasinya, dampaknya, tata cara, hingga ke perlindungan konsumen. Ini semua kami lihat," imbuhnya.

Menurutnya, hal ini dilakukan agar penggunaan mata uang digital dalam sistem pembayaran tak mengganggu stabilitas sistem keuangan dan makro ekonomi yang ada.

Kendati begitu, belum tentu BI akan menerapkan penggunaan mata uang digital tersebut secara langsung sekalipun hasil kajian rampung. Pasalnya, hal ini juga disesuaikan dengan kebutuhan dan kesiapan setiap unsur di sistem pembayaran pada masa yang akan datang.

"Tapi kan kajian itu bisa dua, bisa dijalankan atau kalau tidak siap ya tidak kami jalankan," katanya.

Sejauh ini, Onny melihat, mata uang digital memang menawarkan beberapa kelebihan. Misalnya, bisa lebih efisien bagi penggunanya. Hal ini karena mata uang digital tersimpan di aplikasi telepon pintar (smartphone), kartu, hingga dompet elektronik (e-wallet).

Bagi BI sebagai regulator sistem pembayaran, mata uang digital menawarkan pengawasan yang lebih efisien. Sebab, semua hal dapat terekam lebih jelas melalui aplikasi. Selain itu, bisa pula lebih efisien karena tak perlu terlalu banyak mencetak uang kertas. (lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER