Daya Beli Lesu, Kerugian Lion Air Group Membengkak pada 2017

Dinda Audriene Muthmainah | CNN Indonesia
Selasa, 06 Feb 2018 15:58 WIB
Lion Air Group masih membukukan kerugian sepanjang 2017 akibat pelemahan daya beli masyarakat.
Lion Air Group masih membukukan kerugian sepanjang 2017 akibat pelemahan daya beli masyarakat. (REUTERS/Beawiharta).
Jakarta, CNN Indonesia -- Lion Air Group masih membukukan kerugian sepanjang 2017 akibat pelemahan daya beli masyarakat. Meski enggan menyebut angkanya secara spesifik, tetapi manajemen mengaku kerugian tahun lalu meningkat dibandingkan kinerja keuangan tahun 2016.

Direktur Utama Lion Air Group Edward Sirait mengatakan, jumlah penumpang perusahaan secara konsolidasi sebenarnya tumbuh 10 persen tahun 2017. Namun, perusahaan hanya bisa menjual tiket di harga rendah agar tetap diminati oleh masyarakat.

"Jadi contoh di daerah Sulawesi kami tes menaikan harga tiketnya Rp50 ribu, langsung penumpang turun. Begitu harga dikembalikan, jumlah penumpang naik lagi. Artinya dia tidak mau spending di harga tinggi," papar Edward, Senin malam (5/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Edward, perusahaan telah merugi sejak 2016. Namun, saat itu jumlahnya tidak sebesar tahun 2017. Secara keseluruhan, ia memandang bisnis penerbangan memang sedang surut dalam dua tahun terakhir, baik di dalam negeri maupun secara global.

"Semua rugi berat, bisnis penerbangan secara global sama. Perusahaan penerbanan terbaik kalau pun untung tidak sebesar seperti tahun-tahun sebelumnya," terang Edward.

Sementara itu, ia mengklaim kondisi keuangan Lion Air Group tahun ini tak akan jauh berbeda dengan tahun lalu jika tingginya harga tiket pesawat tak mampu diserap oleh pasar. Jika demikian, perusahaan harus menurunkan kembali harga tiket agar tetap laris.

"Kalau benar ada peningkatan dari konsumsi wisata maka akan ada keseimbangan baru untuk harga," ucap Edward.

Jika hal ini juga diikuti dengan kenaikan persediaan kursi di pesawat, maka tidak akan berpengaruh terhadap kenaikan harga. Masalahnya, kondisi ini juga berpotensi terjadinya kelebihan pasokan (oversupply) sehingga harga tiket bisa saja semakin jatuh.

"Sebaliknya jika peningkatan traffic tidak diikuti dengan peningkatan supply, maka akan terjadi keseimbangan baru," tegas Edward.

Berkaca pada situasi tahun lalu, Edward pun pesimis bisa menaikan harga demi memperbaiki kinerja keuangan. Terlebih lagi, perekonomian Indonesia tahun ini juga akan bergantung dari keberhasilan pemilihan kepada daerah (Pilkada) yang dilakukan serentak di 171 wilayah.

"Apakah aktivitas bisnisnya melambat apa normal? Kalau normal tidak apa-apa bagus, tapi kalau mereka melambat lalu wait and see akan berpengaruh. Kami berharap aktivitas ekonomi tidak ada yang menurun," terang Edward.

Selain itu, harga avtur diakui Edward kian melambung dan diikuti pula dengan penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Keduanya akan menjadi beban bagi bisnis penerbangan. Maka dari itu, Edward berharap target pertumbuhan ekonomi pemerintah tahun ini sekitar 5,4 persen bisa terwujud agar daya beli masyarakat ikut merangkak.

"Jika daya beli lebih kuat, jadi ada keseimbangan baru harga tiket. Keseimbangan harganya naik dikt," jelasnya.

Boyong 36 Pesawat

Kendati masih merugi, Lion Sir Group tak berdiam diri. Manajemen tetap berekspansi dengan menambah 36 pesawat tahun ini. Ia menyebut kurang lebih dana yang dibutuhkan untuk mendatangkan seluruh pesawat ini mencapai US$1,5 miliar.

"Tapi ini dana kami leasing. Awal menggunakan dana Export-Import Bank of China (China Eximbank), selanjutnya kalau ada sumber dana lain bisa masukin," papar Edward.

Namun, ia enggan menjelaskan detil asal keseluruhan dana tersebut. Yang pasti, perusahaan masih belum berminat untuk melakukan pencarian dana dari pasar modal.

Lebih lanjut, Edward mengatakan, paling banyak jenis pesawat yang dibeli atau sebanyak 20 pesawat merupakan jenis ATR dengan harga sekitar US$20 juta. Selain itu, juga ada pesawat 13 pesawat Boeing dan tiga jenis Airbus. (lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER