Jakarta, CNN Indonesia -- Ida Sintia Dewi, salah satu Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Dalam Negeri bergegas menghubungi agen
Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912. Bendahara gaji karyawan itu terkejut mendengar pemberitaan perubahan nama PT Asuransi Jiwa Bumiputera (AJB) menjadi PT Asuransi Jiwa Bhinneka (Bhinneka Life).
Perempuan 38 tahun itu berpikir perubahan nama perusahaan akan membuat seluruh polis miliknya ikut berpindah ke Bhinneka Life. Ia tak rela polisnya ganti nama.
"Saya takut pindah ke Bhinneka Life semua. Kalau pindah, saya akan tutup semua polis andai kata Bumiputera jadi Bhinneka Life," tutur Ida, pada pekan lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak cuma Ida, beberapa rekan kerja di Kemendagri yang memiliki polis asuransi di AJB Bumiputera juga disebut khawatir usai pergantian nama PT AJB ke Bhinneka Life. Tak kurang dari 50 rekan kerjanya memiliki polis perusahaan asuransi jiwa tertua tersebut.
Namun, kekhawatiran Ida dan rekan-rekannya reda setelah agen kenalannya datang dan berdiskusi perihal pergantian nama PT AJB menjadi Bhinneka Life.
"Kan memang ada perpecahan antara Bumiputera dengan yang baru, tapi setelah mendengar dari marketing AJB Bumiputera 1912 tetap ada, kami lega," tandas Ida.
Bagi Ida, yang sudah bergabung menjadi nasabah sejak 2007 lalu, sedih dengan persoalan perusahaan yang tak kunjung selesai. Ia menyatakan akan selalu loyal dengan perusahaan asuransi berstatus badan usaha bersama (
mutual) ini.
"AJB Bumiputera selalu di hati. Saya tidak akan berpihak kepada yang satunya," tegas dia sembari membeberkan lima polis asuransi yang dimilikinya, terdiri dari tiga polis asuransi pendidikan untuk buah hatinya, satu polis tabungan, serta satu polis investasi.
Beberapa polis memiliki jatuh tempo atau masa berakhir yang berbeda, 10 tahun hingga 12 tahun. Preminya pun beda-beda. Salah satunya dibayar Rp500 ribu per bulan.
Pernah pada 2015 lalu, Ida mengajukan penebusan polis. Saat itu, ia menebus polis lama dan membeli polis baru yang dianggap lebih menguntungkan. Saat pencairan itu, Ida mengklaim, semua proses berjalan dengan lancar dan jumlah dana yang ia raup pun sesuai dengan perjanjian.
Berbeda dengan Ida, nasabah bernama Ayu Endah Susanti terpaksa harus lebih bersabar, karena pencairan dana polis asuransinya terlambat hampir dua bulan.
Wiraswasta berumur 40 tahun ini memiliki enam polis dengan beberapa produk, seperti produk pendidikan dan tabungan. Salah satu dari polis itu berakhir pada Desember 2017 dengan jumlah Rp65 juta.
"Tahun sebelumnya lancar-lancar saja dalam masalah pencairan, tetapi tahun ini yang agak tersendat. Jadinya, baru Februari ini saya dapat dananya," tutur Ayu.
Ketika proses pencairan, Ayu hanya berhubungan dengan agen asuransinya yang memang mengurusi seluruh polisnya. Selama hampir dua bulan, ia hanya menerima info jika agennya telah meneruskan masa berakhir polis ke pihak keuangan AJB Bumiputera.
Ayu tak begitu ingat persis kapan ia mulai membeli polis AJB Bumiputera, tetapi yang pasti setelah tahun 2000. Sebagai pemegang polis lama, Ayu sebenarnya tak begitu mengikuti perkembangan berita upaya restrukturisasi AJB Bumiputera.
"Tapi, saya yakin AJB Bumiputera bisa menangani dengan baik dan bijak," imbuhnya.
Sementara itu, Ronggo Asmoro, Direktur Utama PT Exco Nusantara Indonesia yang juga menjadi nasabah AJB Bumiputera sejak 1996 silam menyebut akan mencairkan polisnya jika kisruh AJB Bumiputera tidak segera berakhir.
"Kalau tidak ada perbaikan akan saya cairkan, walaupun mungkin rugi, ya dibandingkan hilang semua," kata Ronggo.
Ronggo memiliki satu produk asuransi jiwa yang hanya bisa dicairkan jika dirinya telah meninggal dunia. Sehingga, ia sebenarnya belum merasakan dampak langsung dari polemik yang sedang terjadi saat ini di tubuh perusahaan.
"Yang jelas, pada saat meninggal nanti mendapakan US$100 ribu. Kalau dicairkan duluan yang pasti rugi di bawah US$100 ribu," papar dia.
Sama seperti nasabah lainnya, Ronggo juga khawatir premi yang ia bayarkan akan sia-sia. Meski tak mengetahui detil duduk perkara dari permasalahan keuangan di AJB Bumiputera, ia mengaku heran, karena ada isu yang mengatakan AJB Bumiputera salah investasi.
"Yang saya dengar salah manajemen, kok bisa perusahaan investasi di produk abal-abal," katanya.
Hingga saat ini, pria berumur 62 tahun ini belum memiliki target pasti untuk mencairkan preminya. Sejauh ini, ia masih terus memantau pemberitaan terkait AJB Bumiputera 1912.
"Usul saya tunjuk orang-orang yang mau bekerja untuk perbaikan dan perlindungan bagi nasabahnya, bukan yang menggerogoti perusahaan," pungkasnya.
(bir/asa)