Risiko Bunga AS Membayangi, Pemerintah 'Kekeh' Rilis Obligasi

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Jumat, 23 Feb 2018 14:08 WIB
Kementerian Keuangan menargetkan menarik pembiayaan awal tahun hingga 60 persen pada semester pertama tahun ini.
Kementerian Keuangan menargetkan menarik pembiayaan awal tahun hingga 60 persen pada semester pertama tahun ini. (CNNIndonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan sepertinya tak gentar dengan bayang-bayang kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve (The Fed). Buktinya, Kemenkeu tetap akan menarik pembiayaan awal tahun (front loading) hingga 60 persen pada semester satu ini.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan, saat ini pemerintah memang tengah memantau ketat kondisi pasar modal AS. Apalagi, lanjutnya, dewan rapat kebijakan bank sentral AS diperkirakan akan meningkatkan lagi suku bunga acuan AS pada Maret nanti.

Sebagai informasi, kenaikan suku bunga acuan bisa memicu kenaikan imbal hasil obligasi negara. Sehingga, jika imbal hasil obligasi AS meningkat, maka ada kecenderungan SBN tidak akan dilirik lantaran kurang menarik di mata investor.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Terakhir, bank sentral AS, The Fed telah meningkatkan suku bunga acuan dari 1,25 persen ke angka 1,5 persen Januari lalu dan menggerakkan imbal hasil obligasi negara AS. Sebagai contoh, imbal hasil obligasi negara AS dengan tenor 10 tahun sudah naik dari 2,46 persen di awal tahun menjadi 2,92 persen pada Kamis (22/2) kemarin.

Namun demikian, menurut Luky, saat ini kondisi imbal hasil obligasi negara AS pun masih belum stabil, sehingga ia belum mau menyimpulkan bahwa permintaan SBN akan terkena risiko parah.

"Jadi, kami masih pantau terus pergerakan ini, dan kami tetap tidak mau mengubah target front loading. Tetap 60 persen di semester I, 40 persen di semester II," ujarnya di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jumat (23/2).


Meski demikian, ia mengaku bahwa arus modal keluar (capital outflow) menjadi risiko utama yang menjadi konsentrasi Kemenkeu. Apalagi, data DJPPR Kemenkeu per 21 Februari 2018 menunjukkan bahwa 40,41 persen dari pemilik SBN adalah investor asing.

Namun, ia mengatakan, pemerintah sudah menyiapkan jaring pengaman, yakni dengan menyiapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan sebagai pembeli siaga (standby buyer) obligasi negara apabila nantinya terjadi aliran modal keluar secara serentak (sudden reversal).

Sebelum itu, tentu saja pemerintah memiliki kerangka kerja untuk mengantisipasi krisis SBN melalui Bond Stabilization Framework.


"Investor asing yang minat di SBN ini artinya mereka mempercayai perekonomian Indonesia. Namun, ada juga risiko bahwa mereka akan pull out (menarik dana keluar) dari market. Kami sudah siapkan langkah-langkah mitigasi mengingat kami memiliki manajemen protokol," ungkap dia.

Sekadar informasi, pemerintah membutuhkan pembiayaan sebanyak Rp783,2 triliun di tahun ini yang terdiri dari Rp55,8 triliun pinjaman dan Rp727,4 triliun SBN.

Namun, Angka SBN ini kemudian ditambah lagi dengan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) jatuh tempo sebesar Rp119 triliun, sehingga angka total SBN yang diterbitkan pemerintah tahun ini rencananya sebesar Rp846,4 triliun.

Dengan demikian, artinya pemerintah berharap bisa mendapatkan pembiayaan dari surat utang sebanyak Rp507,84 triliun di semester I. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER