Jakarta, CNN Indonesia -- Fluktuasi kinerja pasar saham dan nilai tukar rupiah yang tinggi dan rentan melemah akhir-akhir ini membuat para pemilik cuan perlu melirik alternatif investasi yang sedang menguntungkan.
Sejak 2017 lalu, sebagian harga komoditas menunjukkan arah perbaikan dan semakin menjulang sampai awal 2018. Hal itu menjadi alasan yang cukup bagi para investor untuk melirik instrumen derivatif di Bursa Berjangka Komoditas.
Sebagai informasi, produk derivatif merupakan sebuah kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang ditransaksikan dengan nilai pergerakan berasal dari produk acuan pokok yakni berupa komoditas.
Jika Bursa Efek Indonesia (BEI) memperdagangkan saham perusahaan tercatat atau yang biasa disebut emiten, maka Bursa Berjangka memperdagangkan sebuah kontrak berjangka (futures) atas sejumlah komoditas dan foreign exchange (forex) atau valuta asing (valas).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Komoditas ini naiknya setelah asumsi ekonomi global membaik, jadi ini membuat harga komoditas meningkat juga saat ini terutama harga energi," tutur Perencana Keuangan OneShildt Budi Rahardjo kepada CNNIndonesia.com, Jumat (23/2).
Menurut Budi, keuntungan yang bisa diraih dari investasi di Bursa Berjangka berpotensi lebih tinggi dibandingkan pasar modal. Namun, calon investor harus mempelajari betul investasi tersebut sebelum benar-benar menanamkan modal di Bursa Berjangka.
"Sebenarnya untuk pemula tidak disarankan, karena tekniknya lebih rumit dibandingkan saham," sambung Budi.
Dalam hal ini, Bursa Berjangka diatur oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang berada di bawah Kementerian Perdagangan (Kemendag). Namun, BEI berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra memaparkan komoditas yang populer diperdagangkan di Bursa Berjangka, yakni minyak dunia dan emas. Keduanya sama-sama terus menorehkan kinerja positif sejak awal tahun.
"Minyak mentah WTI naik empat persen saat ini dari awal tahun. Harga terkini US$62,67 per barel, harga pembukaan pada awal tahun US$60,24 per barel," tutur Ariston.
Sementara itu, harga emas tercatat meningkat 1,6 persen sejak awal tahun hingga posisi terakhit ini atau secara year to date (ytd). Menurut Ariston, harga emas pada awal tahun berada di level US$1.309 per troy ounce menjadi US$1.330 per troy ounce.
"Tertinggi di tahun ini di level US$1.365 per troy ounce dan terendah US$1.305 per troy ounce," jelas Ariston.
Namun begitu, imbal hasil kembali lagi pada kemampuan investor dalam mengelola portofolionya. Menurutnya, imbal hasil yang bisa diraih dalam sebulan berkisar 10 persen hingga 50 persen.
"Atau juga bisa merugi," ujar Ariston.
 Foto: Dok. jfx.co.id Jakarta Futures Exchange |
Secara terpisah, Koordinator Riset PT Rifan Financindo Berjangka Muhamad Barkah menyatakan, meski rumit tetapi calon investor bisa memulai kapan saja untuk berinvestasi di Bursa Berjangka. Pertama-tama, calon investor harus memilih pejual atau Wakil Pialang Berjangka (WPB) di perusahaan pialang yang memiliki lisensi dari Bappebti.
"WPB tugasnya mewakili perusahaan pialang dalam menjelaskan kepada seorang calon nasabah tentang profil perusahaan pialang, produk yang ditawarkan, spesifikasi kontrak berjangka, dan mekanisme dan aturan transaksi," papar Barkah.
Selain itu, calon investor juga bisa mendapatkan informasi seputar risiko dan cara masuk ke bursa berjangka. Barkah menyebut calon investor tak perlu takut, karena sebelum benar-benar berinvestasi, WPB akan memberikan arahan untuk melakukan demo transaksi.
"Nanti baru calon nasabah dapat melakukan registrasi melalui mekanisme pendaftaran online kemudian baru nasabah boleh melakukan transfer dana sebagai margin deposit," ungkap Barkah.
Tahap selanjutnya, perusahaan pialang akan memproses akun bagi investor yang bisa digunakan untuk melakukan transaksi di Bursa Berjangka. Sementara, investor masih bisa berkomunikasi dengan WPB mengenai kondisi pasar.
"Ini untuk memberikan gambaran kepada investor untuk melakukan transaksi apabila diperlukan," sambung Barkah.
Terkait sentimen, lanjut Barkah, sebenarnya tidak beda jauh dengan investasi di pasar modal. Bedanya, pergerakan harga komoditas lebih dipengaruhi oleh sentimen global, khususnya emas. Investor harus memperhatikan kondisi beberapa negara yang memiliki cadangan terbesar dan mengonsumsi emas.
"Negara penyimpan cadangan dan konsumen emas terbesar seperti Amerika Serikat (AS), China, India, dan Eropa," ujar Barkah.
Bila perekonomian di negara tersebut sedang bergejolak, maka akan menjadi sentimen negatif bagi harga emas itu sendiri.
Adapun, Barkah menegaskan, investasi di Bursa Berjangka bersifat "high risk high return". Artinya, meski investor berpeluang meraup untung tinggi tetapi di sisi lain juga berisiko tinggi.
'Rata-rata return investasinya jelas lebih tinggi dibandingkan di saham namun dengan tingkat volatilitas yang besar juga," tutup Barkah.
(lav)