Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah negara memiliki pandangan bervariasi menanggapi kehadiran mata uang virtual seperti Bitcoin. Hal itu dibuktikan dengan penerapan aturan yang berbeda antara masing-masing negara.
Di Jepang misalnya, pemerintah sengaja mengubah Undang-undang terkait keuangan negara untuk mengadaptasi kehadiran ekosistem mata uang digital (cryptocurrencies) yang tiba-tiba muncul dalam beberapa tahun terakhir. Di sisi lain, China dan Korea Selatan malah menegaskan larangan pemakaian mata uang digital di negaranya.
Di Indonesia, bank sentral menerbitkan peringatan kepada masyarakat untuk tidak menggunakan Bitcoin dan mata uang digital lain sebagai alat pembayaran. Bank Indonesia juga mengimbau masyarakat untuk tidak memperjualbelikan Bitcoin karena dapat mengganggu stabilitas sistem pembayaran nasional.
Menanggapi perbedaan aturan yang ada, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Alat Pembayaran Bank Indonesia Enny Panggabean berpendapat, para pengambil kebijakan menyesuaikan reaksinya berdasarkan kondisi struktur masyarakat di masing-masing negara tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Struktur negara yang dimaksud, katanya, ialah kondisi penduduk, budaya, dan kebiasaan yang mempengaruhi perilaku masyarakat.
"Negara punya kebijakan berbeda-beda karena sifat penduduknya juga berbeda. Memang di Jepang ada inflasi, terorisme? Di sana tidak ada. Kondisi Indonesia tidak bisa disamakan dengan Jepang," paparnya, Senin (15/1).
Menurut dia, Bank Indonesia melarang pemakaian Bitcoin salah satunya untuk mencegah terjadinya banyak kejahatan. Pasalnya, selama ini transaksi Bitcoin seringkali dimanfaatkan untuk aktivitas kejahatan, seperti adanya dugaan terorisme, pencucian uang, atau tindakan asusila.
"Di Indonesia dilarang karena kami melihat data-data yang ada pengguna bitcoin lebih ke arah kejahatan, nyaman sekali dilakukan karena identitasnya tidak terlihat dan sulit dilacak," katanya.
Untuk itu, Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran nasional mengaku terus berkoordinasi dengan otoritas terkait untuk mendiskusikan kelanjutan penerapan aturan yang tegas demi menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
Para regulator yang dimaksud antara lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kementerian Perdagangan, dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
(lav/bir)