BI Sebut Pidato Powell Biang Kerok Rupiah Terpuruk

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Jumat, 02 Mar 2018 14:48 WIB
Bank Indonesia menyebut pidato Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell di Kongres Amerika Serikat menjadi biang kerok terpuruknya nilai tukar rupiah.
Bank Indonesia menyebut pidato Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell di Kongres Amerika Serikat menjadi biang kerok terpuruknya nilai tukar rupiah. (cnnindonesia/safirmakki).
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menyebut pidato Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell di Kongres Amerika Serikat (AS) menjadi biang kerok terpuruknya nilai tukar (kurs) rupiah dalam beberapa waktu terakhir.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi mengatakan pelemahan rupiah juga disebabkan sentimen pengambilan keputusan yang akan dilakukan oleh Federal Open Market Committee (FOMC) pada Maret 2018. Pengumuman terkait kebijakan suku bunga acuan (Fed Fund Rate/FFR) yang berpotensi meningkat itu dikhawatirkan membuat nilai tukar rupiah lemah.


"Gubernur The Fed yang baru Jerome Powell, melalui pidatonya di Kongres AS, itu merupakan pernyataan yang lebih hawkish, bahwa mereka yakin ekonomi terus tumbuh dan mencapai target, sehingga akan mendukung kenaikan suku bunga acuan The Fed," kata Doddy di kantornya, Kamis (1/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini membuat pelaku pasar meyakini bahwa FFR akan dinaikkan tak hanya sebanyak tiga kali dalam setahun ini, namun mencapai empat kali dalam setahun. Kemudian, hal ini turut membuat pasar meyakini imbal hasil (yield) atas surat utang akan meningkat dan berpotensi mengembalikan dana ke AS, sehingga memberikan tekanan kepada mata uang negara lain, termasuk rupiah.

"Seluruh kombinasi ini menyebabkan rupiah tertekan, tapi ini fenemona global, sehingga dampaknya tak hanya ke Indonesia, semuanya terdampak," katanya.

Ke depan, Doddy menilai hal yang bisa dilakukan BI ialah terus memantau kondisi pasar keuangan dunia dan berbagai kebijakan yang akan diambil The Fed, sembari berharap harga saham dan obligasi di AS mengalami penyesuaian.

Kedua aset investasi di Negeri Paman Sam itu dianggap sudah terlalu tinggi, sehingga memberi tekanan pada rupiah.

"Kami berharap setelah ini ada koreksi di harga saham dan obligasi di AS, tetapi harus menunggu pernyataan FOMC pada pekan kedua Maret. Mereka lakukan dulu (beri pengumuman), baru setelah itu ada koreksi," jelasnya.


Sementara di dalam negeri, BI akan terus berupaya menjaga inflasi agar tetap sesuai dengan target sebesar 3,5 persen plus minus satu persen, sehingga bisa turut menjaga suku bunga acuan BI (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) tetap di angka 4,25 persen.

"Hal yang dapat kami sampaikan adalah level suku bunga di 4,25 persen itu tetap, tapi kami terus memantau kondisi di luar. Kalau The Fed naik, apakah kami harus naik juga? Itu belum pasti. Tapi ruang penurunan nyaris tidak ada," pungkasnya.

Pada penutupan perdagangan sore kemarin, kurs rupiah sebesar Rp13.748 per dolar AS atau menguat sekitar 0,02 persen dari pembukaan perdagangan kemarin di angka Rp13.762 per dolar AS. Namun, berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, kurs rupiah kemarin sebesar Rp13.793 per dolar AS. (lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER