Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyebut bahwa berkurangnya penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium lantaran lonjakan permintaan BBM nonsubsidi berkadar oktan 90, yaitu Pertalite.
"Sebagian dari masyarakat sudah sadar bahwa untuk mengoptimalkan performa mesin tahun 2000 ke atas menuntut BBM oktan minimal 90. Untuk kendaraan jenis SUV atau sedan itu terasa lain, sehingga masyarakat beralih sendiri ke Pertalite atau Pertamax," ujar Anggota Komite BPH Migas Henry Ahmad dalam konferensi pers di Gedung BPH Migas, Rabu (7/3).
Tak ayal, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) lebih memilih untuk menjual lebih banyak BBM nonsubsidi, terutama di wilayah kota-kota besar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari sisi margin, BBM nonsubsidi juga menawarkan margin lebih tinggi dibandingkan BBM penugasan. Sebagai gambaran, margin penjualan premium penugasan hanya sekitar Rp280 per liter. Sementara, Pertalite memberikan margin sekitar Rp400 rupiah.
"SPBU menjual sesuai kondisi permintaan masyarakat. Kalau di daerahnya lebih banyak permintaan premium SPBU bisa rugi juga kalau menjual banyak Pertalite, meski marginnya lebih tinggi," kata Henry.
Kendati demikian, Henry mengingatkan, sesuai Keputusan Kepala BPH Migas Nomor 41/P3JBKP/BPH Migas/KOM/2017, Pertamina tahun ini mendapatkan tugas untuk menyalurkan 7,5 juta kiloliter (kl) premium penugasan.
Kuota tersebut menurun dari kuota tahun lalu, 12,5 juta kl, namun masih lebih tinggi dibandingkan permintaan perseroan yang hanya sekitar 5 juta kl.
Bagi SPBU yang sudah menandatangi kontrak penyaluran BBM penugasan harus tetap menjual Premium sesuai harga yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp6.450 per liter untuk wilayah di luar Jawa-Madura-Bali (Jamali).
Jika tidak, PT Pertamina (Persero) selaku pemegang mandat penyaluran BBM penugasan bisa mendapatkan sanksi berupa surat peringatan hingga Pemutusan Hubungan Usaha (PHU) kepada SPBU yang bersangkutan.
"Kami minta kepada Pertamina jangan sampai ada kebutuhan masyarakat yang tidak terpenuhi. Jangan sampai di daerah tertentu ada yang kekurangan premium," imbuhnya.
Terkait kesulitan masyarakat untuk mendapatkan premium yang dilaporkan terjadi di sejumlah daerah, seperti Lampung dan Riau, BPH MIgas akan berkoordinasi dengan Pertamina dan pemerintah daerah setempat untuk mengetahui penyebabnya.
Jika ditemukan penyelewengan dalam penyaluran, maka oknum yang terlibat akan ditindak sesuai ketentuan yang berlaku.
Ke depan, BPH Migas akan terus mengawasi agar penyaluran BBM penugasan dan program BBM satu harga bisa berjalan dengan baik dan manfaatnya dirasakan oleh masyarakat.
(bir)