Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih belum dapat memastikan kapan revisi Undang-Undang (UU) minyak dan gas (migas) bisa diselesaikan. Pasalnya, Badan Legislasi (Baleg) masih belum sepakat dengan pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) yang menjadi salah satu poin draf dari revisi UU migas Nomor 22 Tahun 2001 tersebut.
"Kami DPR mencoba cepat. Kami sudah serahkan ke Baleg, tapi Baleg mempermasalahkan BUK. Takutnya (kekhawatirannya) bertabrakan dengan Komisi VI atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN)," papar Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha, Rabu (28/2).
Dengan kata lain, ia melanjutkan, komisi VII masih mencari jalan keluar untuk menyamakan pendapat dengan Baleg. Sejauh ini, Baleg disebut tak setuju jika BUK tidak berada di bawah BUMN, melainkan dibawahi langsung oleh komisi VII.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan mencari titik temu, nanti akan bertemu dengan Baleg," tutur Satya.
Secara terpisah, Sekretaris Ditjen Migas ESDM Susyanto mengatakan, revisi ini dilakukan guna memberikan kemudahan investasi migas di hulu maupun hilir. Makanya, pemerintah juga fokus agar UU migas yang baru segera rilis.
"Kami mendahului, walaupun proses revisi UU migas performanya seperti apa, kami akan sejalan dengan yang sekarang, yaitu kemudahan perizinan," terang Susyanto.
Kendati belum ada tanda-tanda akan selesai, pemerintah belum akan mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
"Kalau Perppu itu biasanya negara sedang genting, ini kan tidak. Investasi juga tetap ada tahun lalu kan," katanya.
Namun, ia mengakui jika jumlah investasi migas sepanjang tahun lalu merupakan terendah dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Data Kementerian ESDM mencatat jumlah investasi migas di sektor hulu sebesar US$9,33 miliar.
Sementara, Kementerian ESDM menargetkan jumlah investasi migas di sektor hulu tahun ini meningkat menjadi US$14,44 miliar dan di sektor hilir sebesar US$2,59 miliar.
(bir)