Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mempertimbangkan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebagai antisipasi membanjirnya impor baja dari China, jika pemerintah Amerika Serikat (AS) benar-benar mengenakan tarif bea masuk impor baja sebesar 25 persen.
Meski demikian, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengibaratkan kebijakan tersebut layaknya memakan buah simalakama. Sebab, jika pemerintah menetapkan BMAD untuk impor baja hulu, industri baja hilir akan protes. Sementara itu, jika BMAD tidak dikenakan, industri baja hulu lah yang akan protes.
Makanya, Kemendag telah menyerahkan urusan rekomendasi jenis baja yang bisa dikenakan BMAD kepada Kementerian Perindustrian untuk selanjutnya diproses oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini seperti buah simalakama. Menteri Perindustrian yang akan membahas rekomendasinya. Kami sudah kirim surat (ke Kemenperin) untuk menentukan mana yang bisa dikenakan anti dumping baja," jelas Enggartiasto di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Rabu (7/3).
Namun, sebelum mengenakan BMAD, Kemendag juga bekerja sama dengan Direktorat Bea Cukai Kementerian Keuangan untuk menjaga pemeriksaan kepabeanan
(custom clearance) yang saat ini dilakukan di luar perbatasan
(post border) pasca diberlakukannya penyederhanaan jumlah impor barang yang dilarang atau terbatas (lartas) mulai 1 Februari 2018 silam.
"Saat ini kan ada deregulasi
post border, ini menuntut kami untuk lebih hati-hati. Namun ini tidak spesifik untuk produk dari China saja, ini harus diberlakukan secara umum," imbuh dia.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan opsi BMAD memang tengah dipikirkan oleh pemerintah. Namun, kebijakan tersebut, baru akan ditempuh apabila baja impor yang masuk sudah berlebihan dan memukul industri baja nasional.
"Konsekuensi dari bebas (perjanjian perdagangan bebas ASEAN dengan Cina (ASEAN Free Trade Agreement-China/AFTA-China) kan barang impor mudah masuk. Kalau barang kebanyakan masuk banjir ya kami kasih
safe guard berupa Bea Masuk Anti-Dumping, tapi tergantung momentun," terang dia.
Selain itu, Airlangga menyebut, pihaknya juga akan mengambil langkah proteksi lain, berupa pengawasan
(monitoring) barang impor.
"Kesiapannya monitor barang impor. Kami sudah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk kami monitor jangan sampai nanti industri dalam negeri terganggu dengan ini," terang dia.
Di sisi lain, Pengamat Ekonomi Center Of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai, China berpotensi mengalihkan ekspor bajanya ke Indonesia seiring kedekatan hubungan dagang antara negara. Belum lagi, saat ini kebutuhan Indonesia untuk impor baja sedang tinggi sejalan dengan maraknya proyek-proyek infrastruktur.
"Sejak proyek-proyek infrastruktur marak dalam tiga tahun terakhir, impor baja dari China mengalami lonjakan. Di tahun 2014 masih US$35 juta, di 2015 melonjak jadi US$112 juta dan di 2016 hampir US$140 juta," terang Faisal.
(agi)