RI Memenangkan Gugatan WTO Atas Bea Masuk Biodiesel Uni Eropa

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Jumat, 26 Jan 2018 11:19 WIB
Hasil akhir putusan panel WTO memenangkan enam gugatan Indonesia atas Uni Eropa terkait pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) produk biodiesel Indonesia.
Hasil akhir putusan panel WTO memenangkan enam gugatan Indonesia atas Uni Eropa terkait pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) produk biodiesel Indonesia. (Beawiharta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia memenangkan gugatan yang diajukan terhadap Uni Eropa di World Trade Organization (WTO) atas pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) produk biodiesel asal Indonesia. Hasil akhir putusan panel Dispute Settlement Body (DSB) WTO memenangkan enam gugatan Indonesia atas Uni Eropa.

Dengan kemenangan ini, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan bahwa kini akses pasar biodiesel semakin lebar dan bisa kembali memulihkan ekspor biodiesel ke Uni Eropa. Pasalnya, setelah BMAD ditetapkan sebesar 8,8 persen hingga 23,3 persen pada 2013 silam, ekspor biodiesel Indonesia ke Eropa melorot tajam.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa turun sebesar 42,84 persen antara tahun 2013 hingga 2016, dari US$649 juta menuju US$150 juta pada tahun 2016. Nilai ekspor biodiesel Indonesia paling rendah ke Uni Eropa terjadi di tahun 2015, di mana nilai pengiriman biodiesel ke benua biru itu hanya US$68 juta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hal ini merupakan bentuk kemenangan telak untuk Indonesia yang tentunya akan membuka lebar akses pasar dan memacu kembali kinerja ekspor biodiesel ke Uni Eropa bagi produsen Indonesia, setelah sebelumnya sempat mengalami kelesuan akibat pengenaan BMAD,” kata Enggartiasto melalui siaran pers, dikutip Jumat (26/1).

Ia juga bilang, kemenangan Indonesia atas sengketa ini memberikan harapan kepada eksportir atau produsen biodiesel Indonesia. Sejauh ini, pangsa pasar ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa sejak pengenaan BMAD sampai keluarnya putusan akhir WTO ini diestimasikan sebesar 7 persen.

“Jika peningkatan tersebut dapat dipertahankan dalam dua tahun ke depan, maka nilai ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa pada tahun 2019 diperkirakan akan mencapai US$386 juta dan pada tahun 2022 akan mencapai US$1,7 miliar,” katanya.


Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan menuturkan, hasil putusan DSB WTO ini dapat menjadi acuan bagi semua otoritas penyelidikan anti dumping agar konsisten dengan peraturan WTO, terutama selama proses investigasi. Kasus ini, lanjutnya, perlu menjadi bahan evaluasi agar tidak gampang menuduh Indonesia sebagai pelaku praktik dumping.

“Komitmen kami dalam mengamankan pasar ekspor adalah mengawal ekspor Indonesia agar kembali dapat bersaing di pasar negara tujuan ekspor, seperti Uni Eropa,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati menjelaskan, sebagai konsekuensi kemenangan Indonesia dalam sengketa biodiesel dengan UE tersebut, maka putusan Panel Badan Penyelesaian Sengketa WTO harus diimplementasikan sejalan dengan ketentuan WTO. "UE diwajibkan melakukan penyesuaian BMAD yang telah dikenakan sebelumnya agar sejalan dengan peraturan Perjanjian Anti Dumping WTO," jelasnya.

Demi menyelesaikan sengketa BMAD biodiesel, Indonesia sebelumnya memutuskan menempuh jalur hukum, melalui pengadilan di Uni Eropa maupun penyelesaian sengketa di DSB WTO. Indonesia mengajukan tujuh klaim gugatan utama kepada Uni Eropa. Tak cukup sampai situ, pembelaan Indonesia juga disampaikan dalam sidang First Substantive Meeting (FSM) pada Maret 2017 dan dilanjutkan dalam sidang Second Substantive Meeting empat bulan setelahnya.

Akhirnya, panel DSB WTO telah melihat bahwa Uni Eropa tidak konsisten dengan peraturan perjanjian Anti Dumping WTO selama proses penyelidikan dumping hingga penetapan BMAD atas impor biodiesel dari Indonesia.

Ternyata, ada enam ketentuan perjanjian Anti Dumping WTO yang dilanggar Uni Eropa dalam sengketa Indonesia mengenai pengenaan BMAD biodiesel.

Pertama, Uni Eropa tidak menggunakan data yang disampaikan eksportir Indonesia dalam menghitung biaya produksi. Kedua, Uni Eropa tidak menggunakan data biaya-biaya yang terjadi di Indonesia pada penentuan nilai normal sebagai dasar penghitungan margin dumping. Ketiga, Uni Eropa menentukan batas keuntungan yang terlalu tinggi untuk industri biodiesel di Indonesia.

Keempat, metode penentuan harga ekspor untuk salah satu eksportir Indonesia tidak sejalan dengan ketentuannya. Kelima, Uni Eropa menerapkan pajak yang lebih tinggi dari margin dumping. Terakhir, Uni Eropa tidak dapat membuktikan bahwa impor biodiesel asal Indonesia mempunyai efek merugikan terhadap harga biodiesel yang dijual oleh industri domestiknya. (agi/agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER