Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan mengaku sering mendapat intimidasi dalam bentuk gugatan perdata, Tata Usaha Negara (TUN), dan dugaan laporan pidana ketika melaksanakan lelang demi menuntaskan masalah hukum.
Lelang yang dimaksud adalah barang sitaan, benda rampasan, hingga gratifikasi yang dilelang setelah proses hukum selesai.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Issa Rachmatawata mengatakan intimidasi ini datang dari pihak yang dieksekusi, di mana barangnya sudah disita dalam negara. Gugatan dilayangkan ke Kemenkeu lantaran proses sita yang kurang sempurna.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tingginya gugatan ke Kemenkeu disebabkan karena proses hukum dan pengguna jasa lelang yang tidak sempurna. Sebagai contoh, kadang proses penyitaan dilakukan dengan dokumen dan berita acara yang kurang lengkap," jelas Issa di Kemenkeu, Rabu (14/3).
Hanya saja, ia tak menyebut jumlah gugatan yang masuk ke Kemenkeu terkait lelang yang kurang sempurna. Namun, ia mengestimasi sekitar 80 persen gugatan yang hadir di meja Kemenkeu terkait dengan proses lelang.
"Makanya masalah hukum terkait lelang ini harus diminimalisasi," jelas dia.
Untungnya, sudah ada payung hukum yang mengatur pelelangan langsung jika permohonan datang dari Kejaksaan Agung, yakni Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-002/A/JA/05/2017. Selain itu, Kemenkeu juga telah mengeluarkan aturan yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13 Tahun 2018 untuk mendukung proses lelang yang dimohonkan oleh Kejaksaan Agung.
Sementara itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan instansinya juga pernah menemukan satu barang sitaan namun ragu untuk dilelang lantaran tidak ada dokumennya. Kala itu, KPK pernah menyita satu unit apartemen namun tidak memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB).
"Kalau sudah seperti ini bingung juga bagaimana cara melelangnya. Kami minta Kemenkeu semoga bisa dicarikan jalan keluar untuk ini," imbuh dia.
Berdasarkan data DJKN, pemohon lelang pada 2017 lalu mencapai 56.095 kali dengan nilai transaksi mencapai Rp16,45 triliun.
(lav/bir)