Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mencatat permohonan penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) pada sektor minyak dan gas (migas) turun drastis sejak tiga tahun terakhir. Penurunan penggunaan TKA tersebut terutama disebabkan turunnya investasi di sektor migas seiring tertekannya harga minyak.
Berdasarkan data Kementerian ESDM yang diperoleh CNNIndonesia.com, penurunan pengajuan Rekomendasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) untuk sektor migas mulai mengalami penurunan yang cukup drastis sejak 2015 lalu. RPTKA biasanya diajukan perusahaan ke otoritas yang menangani sektor tersebut untuk posisi yang membutuhkan TKA. RPTKA tersebut kemudian diajukan oleh perusahaan ke Kementerian Ketenagakerjaan untuk memperoleh IMTA.
Pada 2015, tercatat terdapat pengajuan RTKA untuk 2.442 posisi, di mana sebanyak 2174 posisi disetujui dan sisanya di tolak. Adapun pengajuan IMTA tercatat sebanyak 2.539 orang, di mana sebanyak 2.415 disetujui dan sisanya ditolak. Jumlah tersebut turun drastis dibanding 2014 yang mencatatkan pengajuan RTKA sebanyak 6.169 posisi, disetujui 4.543 orang dan IMTA sebanyak 3.686 orang, disetujui 3.498 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengajuan RTKA dan IMTA bahkan semakin menurun di 2016 dan 2017. Tahun lalu, pengajuan RTKA tercatat 2.067 posisi, disetujui 1.379 posisi dan IMRTA 1.545 orang, disetuji 1.264 orang.
"Penurunan (TKA) karena iklim global, harga minyak turun. Sekarang kan harga minyak sudah mulai naik nih. Jadi, yang bersifat mempersulit dunia usaha kami permudah," ujar Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Ego Syahrial di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (16/3).
Ego mengungkapkan sektor migas di Indonesia masih memerlukan TKA terutama untuk kepentingan adopsi dan alih teknologi. Tak hanya itu, kehadiran TKA juga timbul karena masuknya investasi.
"Tenaga asing memang diperlukan untuk mendatangkan proyek, mendatangkan investasi yang sangat signifikan," ujarnya.
Untuk itu, menurut dia, seiring dengan keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mendongkrak investasi, perizinan TKA di sektor migas kini nantinya tak lagi memerlukan rekomendasi dari Kementerian ESDM. Perizinan TKA hanya akan terpusat di Kementerian Ketenagakerjaan.
Hal tersebut dilakukan dengan mencabut Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 31 Tahun 2013 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penggunaan TKA dan Pengembangkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pada Kegiatan Usaha Migas melalui penerbitan Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2018.
Secara terpisah, Kepala Dinas Sumber Daya Manusia (SDM) Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) SKK Migas Muhammad Arfan mengungkapkan di sektor hulu migas, gaji pekerja menjadi salah satu biaya yang masuk dalam penggantian biaya operasi (cost recovery). Oleh karena itu, jika proyek ditunda, pekerja asing akan dipulangkan ke negaranya atau dipindah ke proyek negara lain agar tidak membebani biaya operasi di Indonesia.
Saat ini, lanjut Arfan, perusahaan yang paling banyak memperkerjakan TKA adalah Chevron sebanyak 63 pekerja, yang ditempatkan di Blok Rokan dan East Kalimantan. Sementara, perusahaan asing yang paling efisien dalam menggunakan TKA adalah ExxonMobil di Blok Cepu yakni 19 pekerja. Adapun, total pekerja di sektor hulu migas berkisar 300-an orang.
"Jumlah TKA yang ada saat ini sudah cukup ideal untuk memberikan sinyal bahwa kita (Indonesia) menghargai investasinya," ujar Arfan di Gedung Migas, Kamis (15/3) kemarin.
(agi)