Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mencatat baru 10 persen atau 1,5 juta kartu ATM/debit milik perusahaan yang menggunakan teknologi chip. Artinya, masih ada 90 persen kartu yang menggunakan pita magnetik.
Senior Vice President Consumer Deposit Bank Mandiri Tri Laksito Singgih mengatakan perusahaan sedang mempercepat proses perpindahan dari kartu pita magnetik ke chip. Adapun targetnya di akhir tahun menjadi 7 juta kartu atau 41 persen dari total kartu ATM/debit yang beredar.
"Ini untuk menaikkan tingkat keamanan. Dengan chip potensi 'skimming' (pencurian) data akan berkurang," katanya, mengutip Antara, Senin (19/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut Tri menyebut, perseroan memang memperhitungkan peningkatan biaya produksi untuk migrasi dari pita magnetik, karena chip memerlukan biaya investasi yang lebih mahal. Namun, ia menjamin penambahan biaya tidak akan dibebankan ke konsumen karena menjadi beban operasional perseroan.
"Nasabah tidak akan dikenakan biaya penggantian kartu. Biayanya biasa saja tidak ada penambahan dari biaya bulanan," terang dia.
Adapun untuk migrasi dari pita magnetik ke chip, perusahaan harus menambah biaya Rp7.000 untuk setiap kartu.
Selama ini, Tri mengklaim belum ada keluhan dari konsumen dengan teknologi chip yang digunakan Bank Mandiri.
"Risiko operasionalnya lebih termitigasi. Konsumen lebih aman. Kalau aman, konsumen juga percaya diri dengan transaksi di kami," papar dia.
Sedangkan kartu dengan pita magnetik memang diakui perusahaan memiliki kelemahan.
"Selain 'skimming', pita magnetik jika ingat tahun lalu, rentan juga dengan gesek ganda yang akhirnya data nasabah juga bocor," imbuh Sekretaris Bank Mandiri Rohan Hafas.
BI meminta perbankan mempercepat migrasi kartu ATM/debit dari teknologi pita magnetik ke teknologi chip. Hal itu karena chip memiliki standar keamanan lebih tinggi.
Bank Sentral meminta percepatan itu setelah terjadinya kasus "skimming" data nasabah BRI di Kediri, Jawa Timur, belum lama ini.
(antara/bir)