Jakarta, CNN Indonesia -- Perdebatan panjang soal izin impor garam industri antara kementerian akhirnya mendapat titik temu. Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri yang diteken pada 15 Maret lalu.
"(PP) sudah diundangkan dan sudah masuk lembaran negara, jadi seharusnya sudah resmi," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar kepada CNNIndonesia.com, Senin (19/3).
Melalui beleid itu, pelaksanaan impor garam tak lagi meminta rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait kuota dan waktu impor garam industri. Namun kini, komando rekomendasi impor garam industri dialihkan ke tangan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini membuat Kementerian Perdagangan (Kemendag) tak perlu 'pusing' lagi menghadapi perdebatan dari dua kementerian yang berselisih pendapat soal data, sehingga kepastian keran impor dibuka atau tidak pun lebih cepat ditentukan.
Ekonom dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Sentosa menilai penerbitan PP oleh Jokowi untuk mengakhiri perdebatan panjang ini tepat. Meski, kemunculan Jokowi sebagai wasit menjadi pertanda bahwa koordinasi antar kementerian di Kabinet Kerja lemah.
"Sebenarnya dikeluarkannya PP ini tepat, ini akhirnya memberikan kepastian. Tapi artinya, soal impor ini memang tidak bisa disederhanakan, selalu tarik menarik kalau koordinasinya lemah, tidak mudah ketemu," ucapnya.
Bahkan, masalah awal perseteruan impor garam industri ini lantaran adanya perbedaan data antar dua kementerian itu. Kemenperin bilang, kuota impor perlu sampai 3,7 juta ton karena kebutuhan industri setiap tahunnya memang dikisaran itu.
Sementara itu, KKP bersikeras kuota impor yang dibutuhkan hanya 2,17 juta ton karena, sisa kebutuhan bisa dipenuhi oleh pasokan dalam negeri sekaligus turut memikirkan nasib para petani lokal.
"Jadi pengelolaannya sederhana, kalau data sama itu selesai. Tapi ini kenapa data kementerian berbeda-beda terus? Masalahnya masalah data ini sumber yang krusial untuk kebijakan dan ini bukan sekali dua kali data berbeda," katanya.
Untuk itu, ia menyarankan agar pemerintah serius membangun pusat data yang terintegrasi antar Kementerian/Lembaga (K/L), sehingga masalah data, khususnya soal kebijakan akan diakhiri dengan impor atau tidak bisa segera diselesaikan, tanpa berlarut-larut.
Di sisi lain, ia melihat, ada poin penting baik dari penerbitan PP garam ala Jokowi itu. Pasalnya, KKP jadi tak perlu pusing-pusing ikut terlibat dalam masalah izin impor dan diharapkan bisa lebih fokus pada bidang hulu, yakni mengenjot hasil tambak para petani garam.
"Jadi biarkan itu ditangani Kemenperin dan KKP konsentrasi saja ke produksi garam rakyat. Ini tupoksinya tidak berkurang kok," imbuhnya.
Berbeda, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati justru tak mengindahkan adanya PP garam dari Jokowi. Sebab, bukan menjadi pemecah masalah, kehadiran PP justru akan menambah masalah lantaran pemerintah terlalu mudah membuka keran impor.
"Kami meyayangkan Jokowi meneken PP itu karena ketimbang memperbaiki tata kelola garam, justru mencai jalan pintas dan mempermudah masuknya impor ke dalam negeri. Ini tidak menjadi solusi," tutur Susan.
Menurutnya, sikap keras dari KKP yang beberapa waktu lalu kekeh tidak memberi rekomendasi impor sudah tepat. Artinya, KKP masih yakin bahwa tambak garam nasional masih bisa memenuhi kebutuhan itu dan ini ada itikad baik untuk memikirkan para petani.
Sayangnya, dengan PP itu, garam industri hasil impor akan kembali menghantam para petani garam dalam negeri. Pasalnya, dari segi harga, garam impor memang terlalu murah yakni sekitar Rp700 per kg akibat disubsidi oleh pemerintahnya. Sedangkan garam petani lokal dibanderol dengan harga sekitar Rp2.500-3.000 per kg.
"Kalau dihadapkan seperti ini ya semua pasti pilih yang lebih murah. Tapi siapa yang bisa jamin bahwa harga murah itu nantinya tidak disalahgunakan, tidak terjadi pengemasan ulang, tidak terjadi kebocoran?" tekannya.
Kiara berharap pemerintah tak serta merta menggunakan PP itu untuk mempermudah pelaksanaan impor. Kemenperin yang diberi mandat juga diminta bisa benar-benar mengawasi penggunaan garam impor bagi industri agar tak kian menekan petani garam ketika hasil impor justru bocor.
Di sisi lain, Kiara terus menagih janji pemerintah untuk mengembangkan industri garam dalam negeri, dari hulu hingga ke hilir. Termasuk target swasembada garam yang dicanangkan pemerintah.
 Petani garam lokal. (CNN Indonesia/Andry Novelino). |
"Kalau benar mau swasembada, lima kementerian yang tangani garam harus segera duduk bersama, susun peta jalan yang benar, singkirkan ego sektoralnya," tekannya.
Misalnya, Kemenperin sudah punya pemetaan sejumlah wilayah untuk ekstensifikasi lahan garam. Maka diharapkan KKP punya pendekatan ilmu dan teknologi baru yang dapat dibagi ke petani garam agar hasil tambak mereka kian produktif dan berkualitas.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk mengaku lega dengan dikeluarkan PP yang kemudian diteruskan dengan penerbitan izin impor oleh Kemendag atas rekomendasi dari Kemenperin. Sebab, napas industri yang sudah kembang kempis karena pasokan tinggal 100 ribu ton pada pekan lalu, akhirnya mendapat angin segar.
Ia bilang, ada tiga sektor industri yang paling bersuka cita dengan kepastian impor tersebut yakni, industri petrokimia, aneka pangan, ikan asin, hingga penyamakan kulit, pakan ternak, dan lainnya. Pasalnya, kelima industri ini yang paling besar kebutuhan garamnya.
"Industri yang paling besar itu petrokimia hampir 2 juta ton (kebutuhan garamnya), lalu aneka pangan 535 ribu ton, dan ikan asin 400 ribu ton," kata Tony.
Dengan izin impor garam yang baru dikeluarkan Kemendag sebanyak 676 ribu ton, diharapkan kepastian impor selanjutnya bisa segera didapat.
Pasalnya, kebutuhan industri dari semua sektor sebenarnya sekitar 3,5-3,7 juta ton per tahun. Dengan izin terbaru, garam impor yang masuk baru 3,04 juta ton atau memenuhi sekitar 82-84 persen dari rata-rata kebutuhan per tahun.
(lav)