Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan memastikan bahwa rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tak dibutuhkan lagi untuk impor garam industri yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Pasalnya, Peraturan Pemerintah (PP) mengenai perubahan mekanisme impor garam industri telah diterbitkan. Dalam PP tersebut, secara mutlak hanya Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang bisa mengeluarkan rekomendasi impor garam industri yang selanjutnya diberikan ke Kemendag.
"Jadi, sudah tidak perlu rekomendasi dari KKP. Itu tidak ada masalah, karena yang tahu kebutuhan pabrik ini dan itu, ya dia (Kemenperin) yang data," ujarnya, Senin (19/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun PP tersebut, sambung Luhut, telah diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada akhir pekan lalu. Pelaksanaanya dapat dilakukan segera mungkin antar Kemenperin dan Kemendag. Namun, belum ada kepastian dari Kemendag kapan keran impor garam akan dibuka.
Tak hanya menghapus rekomendasi dari KKP, PP tersebut juga mengatur bahwa kebijakan impor garam industri hanya sampai 2021 mendatang. Lepas dari itu, tidak boleh ada impor dan kebutuhan industri ditutup oleh pasokan dalam negeri.
Pasalnya, saat ini. pemerintah juga tengah membangun dan meningkatkan kapasitas industri garam lokal agar tak hanya memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, namun juga industri.
"Itu sudah jalan (pengembangan industri garam lokal). Di Nusa Tenggara Timur (NTT) itu sudah hampir 60 ribu hektare (ha) lahan untuk garam. Secara bertahap sudah jalan," terangnya.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk menerbitkan PP impor garam industri lantaran terjadi perbedaan rekomendasi dari KKP dan Kemenperin. Kemenperin mencatat kebutuhan garam industri sebanyak 3,7 juta ton. Sedangkan, rekomendasi KKP hanya sekitar 1,8 juta ton saja.
Sampai saat ini, Kemendag baru menerbitkan izin impor garam industri sebesar 2,37 juta ton atau 64,05 persen dari kuota impor garam di tahun ini sebesar 3,7 juta ton.
Izin itu diberikan bagi 21 perusahaan yang telah mendapatkan rekomendasi Kemenperin per awal Januari silam. Artinya, kuota izin impor selanjutnya sekitar 1,33 juta ton yang berasal dari sisa kuota yang diberikan.
(bir)