Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mendorong pembentukan peta jalan (roadmap) peningkatan kualitas produk garam nasional agar bisa memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan saat ini pemerintah terus mendorong pembuatan roadmap peningkatan kualitas produk garam nasional. Salah satunya melalui perluasan lahan garam lokal.
"Leading sector-nya di Kementerian Koordinator Kemaritiman, kami sudah ada roadmapnya untuk garam lokal," terang Sigit, Selasa (20/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Upaya perluasan lahan dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan sebesar 3.000 hektar di Nusa Tenggara Timur.
Lahan tersebut, kata Sigit, berpotensi menghasilkan 300 ribu ton garam. Ia berujar lahan tersebut kini tengah dipersiapkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR).
Selain tambak garam, jelas Sigit, di lahan tersebut juga akan dibangun industri pencucian garam. Selain menambah lahan pemeritah juga berupaya untuk meningkatkan kualitas produksi garam nasional.
Saat ini petani garam Indonesia hanya memiliki lahan paling tidak satu hingga dua hektar per petaninya. Lahan garam yang minim juga mempengaruhi kualitas garam yang didapat. Sulit bagi garam lokal untuk mencapai tingkat kemurnian atau kandungan NaCl sebesar 97 persen yang menjadi batas minimal kualitas garam industri.
Mayoritas garam produksi lokal paling tidak hanya mencapai tingkat kemurnian sebesar 94 persen. "Kalau garam lokal itu kemurniannya bisa mencapai 94 persen saja kandungan NaCl-nya, sementara industri perlu yang 97 persen ke atas," kata Sigit.
Pengusaha menilai harga garam impor untuk kebutuhan industri masih lebih murah dibandingkan dengan garam lokal.
Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk mengatakan harga garam impor hanya mencapai US$35 sampai US$50 per ton atau hanya sekitar Rp480 sampai Rp675 per kilogram.
Harga tersebut masih jauh lebih murah dibandingkan dengan harga garam lokal yang berada di atas Rp1.000 per kilogram.
"Kalau garam lokal itu kan di atas Rp1.000, sempat Rp3.000, bahkan sempat di atas Rp10 ribu," kata Tony.
Faktor keterbatasan lahan menjadi salah satu penyebab harga garam lokal mahal. Tony menyebut lahan garam di Indonesia masih belum memenuhi skala ekonomi lahan garam yang minimalnya seluas 1000 hektar. Dengan lahan yang minim, biaya produksi garam nasional menjadi tinggi yang akhirnya berdampak pada harga jualnya.
Untuk memproduksi garam yang berkualitas dibutuhkan satu lahan datar dengan luas setidaknya di atas 1000 hektar.
"Masalah kita adalah karena lahan kita tidak pada skala keekonomian lahan garam yang minimal 1000 hektar. Di Australia saja lahan garamnya mencapai 10 ribu hektar, sementara di Meksiko lahan garamnya mencapai 30 ribu hektar," terang dia.
Selain keterbatasan lahan, Tony mengatakan produksi garam lokal masih sangat bergantung terhadap kondisi cuaca. Apabila kondisi suaca sedang tidak baik, otomatis produksi garam menjadi terhambat dan berimbas pada ketersediaan dan harganya.
Saat ini hanya ada satu perusahaan industri pengolah garam di Indonesia yang mampu memproduksi garam dengan tingkat kemurnian di atas 97 persen. Perusahaan itu adalah United Chemical yang berdomisili di Surabaya.
(lav/bir)