Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengaku telah mengirim surat keberatan kepada pemerintah India mengenai pengenaan bea masuk produk minyak kelapa sawit tambahan (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya.
Selain menyampaikan keberatan, Kemendag juga meminta India untuk meninjau kembali kebijakan tersebut.
Ia menuturkan langkah ini dilakukan lantaran hubungan diplomatik kedua negara sangat dekat. Sejauh ini, India sangat terbuka dengan masukan dari Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sudah menyampaikan secara resmi dan tertulis mengenai keberatan dan ditinjau kembali penerapan kenaikan bea masuknya. Mereka terbuka karena hubungan kedua negara sangat dekat," ucap Enggartiasto di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Rabu malam (21/3).
Ia menuturkan tentu masing-masing negara punya kepentingan pribadi di dalam negosiasi kebijakan ini. Di satu sisi, India memberlakukan hal tersebut atas dua alasan, yakni memperbaiki neraca keuangan negaranya dan meningkatkan produksi minyak sayur domestik.
Terlebih, India mengalami defisit perdagangan yang cukup besar dengan Indonesia. Data Kemendag menunjukkan, ekspor non-migas tahun 2017 ke India tercatat US$13,94 miliar sedangkan impor non-migas terbilang di angka US$3,7 miliar. Artinya Indonesia mengalami suprlus perdagangan sebesar US$10,24 miliar.
Di sisi lain, ekspor CPO dan turunannya cukup besar ke negara Asia Selatan itu. Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menunjukkan ekspor CPO ke India tercatat 7,63 juta ton atau naik 32,01 persen dari tahun sebelumnya 5,78 juta ton. Angka ekspor itu mengambil porsi 24,05 persen dari total ekspor CPO Indonesia sebesar 31,05 juta ton.
"Harga palm oil Indonesia pun lebih rendah dibanding Indonesia dibanding vegetable oil mereka, tapi mereka juga clear itu akan diberlakukan sama dengan negara lain, jadi konsen kami dengan Malaysia juga sama," ujar dia.
Ia bilang, pemerintah India berjanji untuk menindaklanjuti surat itu. Hanya saja menurutnya, tak elok jika pemerintah memberi tenggat waktu bagi India untuk menerbitkan keputusannya mengingat ini adalah urusan internal otoritas India.
Apalagi India pun akan memasuki tahun politik sama seperti Indonesia.
"Kalau mereka kan ada desakan dari para petani, desakan dari industri mereka itu lebih kuat. Sedangkan kalau Indonesia tidak terpukul dengan kenaikan itu. Ekspor belum terpukul, masih tinggi," pungkas dia.
Sebelumnya, India berencana untuk meningkatkan tarif bea masuk CPO dari angka saat ini 15 persen dan produk turunannya sebesar 25 persen menjadi masing-masing 44 persen dan 54 persen. Padahal, tarif bea masuk ini baru naik dua kali lipat dari tahun lalu sebesar 7,5 persen.
(lav)