Jakarta, CNN Indonesia -- Tren penguatan harga minyak sejak akhir tahun lalu membuat aktivitas pengeboran perusahaan minyak semakin menggeliat. Setelah sempat tertekan ke level di bawah US$30 per barel pada awal 2016, kini harga minyak mentah Indonesia (ICP) berada di atas US$60 per barel.
Anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor hulu minyak dan gas (migas), PT Pertamina Hulu Energi (PHE), berniat melakukan pengeboran pada 21 sumur pengembangan tahun ini.
Target pengeboran sumur tersebut meningkat dari realisasi tahun lalu sebanyak 11 sumur pengembangan dari target 16 sumur pengembangan. Selain itu, perusahaan juga akan melakukan kerja ulang (work over) pengeboran pada 34 sumur pengembangan
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan harga minyak yang sudah mulai membaik, kami akan mulai agresif untuk pengeborannya," ujar Direktur Pengembangan PHE Afif Saifudin dalam paparannya di PHE Tower, Jumat (23/3).
Pengeboran sumur pengembangan akan dilakukan di beberapa blok migas yang dikelola perusahaan di antaranya Blok ONWJ dan Blok Jabung.
Afif mengungkapkan investasi yang diperlukan untuk melakukan pengeboran satu sumur di laut (offshore) seperti ONWJ berkisar US$9 juta hingga US$10 juta per sumur. Sementara itu, untuk pengeboran di darat (onshore) investasinya berkisar US$7 juta per sumur.
Dengan adanya kegiatan tersebut perseroan berharap bisa menambah temuan cadangan minyak tahun ini sebanyak 35,23 MMBO dan tambahan cadangan gas sebesar 209,68 BSCF.
Beberapa kegiatan pengeboran untuk penambahan cadangan telah dilakukan di dua sumur yaitu N-7 di Blok PHE WMO dan SES-1 di JOB Pertamina Medco Simneggaris. Selain itu, perusahaan juga akan melakukan pengeboran di KKX-1 PHE ONWJ dan Kumis-2 di PHE Siak.
Selain sumur pengembangan, perusahaan tahun ini juga akan melakukan pengeboran untuk 10 hingga 12 sumur eksplorasi dengan perkiraan biaya investasi mencapai lebih dari US$100 juta.
"Investasi sumur eksplorasi dananya dari Pertamina karena kami bagian dari korporat. Semua biaya sudah ada dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Pertamina," ujar Direktur Eksplorasi PHE Abdul Mutalib Masdar di tempat yang sama.
Seluruh kegiatan pengeboran masuk ke dalam anggaran biaya investasi (ABI) perusahaan tahun ini. Adapun alokasi ABI dalam RKAP 2018 mencapai US$536,54 juta atau naik dari realisasi tahun lalu yang mencapai US$488,61 juta.
Kinerja MembaikTren penguatan harga minyak juga mendorong kinerja keuangan perusahaan. Sepanjang tahun lalu, perseroan memperoleh pendapatan usaha sebesar US$1,999 miliar atau melonjak 130 persen dari realisasi tahun sebelumnya.
Dengan peningkatan pendapatan tersebut, perseroan berhasil mencetak laba bersih sebesar US$251 juta atau melejit 131 persen dibandingkan raupan 2016, US$191 juta.
Perbaikan kinerja keuangan juga didukung oleh perbaikan kinerja operasional. Tercatat, produksi minyak bumi sepanjang 2017 mencapai 69,3 ribu barel per hari (MBPOPD) atau 11 persen lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, 62,6 MBPOD.
Sementara itu, produksi gas bumi turun tipis dari 722 standar juta kaki kubik per hari (MMSCFD) menjadi 723,5 MMSCFD.
Tahun ini, perusahaan menargetkan produksi minyak bisa mencapai 70,41 MBPOD dan gas bumi sebesar 771 MMSCFD, lebih tinggi dari realisasi tahun lalu.
Beberapa aktivitas pengembangan yang sedang dilakukan diantaranya pengembangan Lapangan SP yang telah memasuki tahap pemasangan anjungan.
Namun, dari sisi keuangan perusahaan belum melakukan penyesuaian setelah adanya perubahan harga minyak. Sebagai catatan dalam RKAP 2018, asumsi harga minyak yang digunakan adalah US$48 per barel.
Padahal, kini rata-rata harga minyak dunia sudah berada di atas US$60 per barel. Akibatnya, target kinerja keuangan lebih rendah dari tahun lalu diantaranya pendapatan yang ditargetkan sebesar US$1,977 miliar dan laba yang dibidik hanya US$211,62 juta.
(lav/bir)