Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai potensi neraca perdagangan menjadi surplus pada beberapa bulan mendatang rendah karena struktur neraca perdagangan rentan defisit akibat dari melemahnya peran ekspor manufaktur.
"Manakala ekspor manufaktur tumbuh lemah sebesar 12 persen dalam setahun terakhir sejak Maret 2017 hingga Februari 2018, impor justru tumbuh lebih cepat, sebesar 18,7 persen, pada periode yang sama," katanya, mengutip Antara, Senin (26/3).
Keadaan bertambah parah dalam tiga bulan terakhir, saat perdagangan mengalami defisit, pertumbuhan impor malah mencapai angka 23,7 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Memang, Faisal menjelaskan peningkatan impor sebagian besar, yaitu 75 persen, didorong oleh belanja bahan baku dan bahan penolong.
"Memang, ini merupakan indikasi terjadinya peningkatan aktivitas industri manufaktur di dalam negeri. Sayang, ini juga menunjukkan tingginya tingkat kebergantungan industri domestik terhadap bahan baku impor," kata Faisal.
Pelemahan itu juga terancam dengan kondisi defisit migas yang masih cenderung melebar karena dorongan kenaikan harga minyak dan peningkatan volume impor untuk antisipasi lebaran.
Sementara, ekspor komoditas sawit yang menjadi andalan utama Indonesia kini menghadapi berbagai ancaman proteksi di berbagai negara, khususnya Eropa dan Amerika, bahkan negara importir terbesar India.
Oleh karenanya, kondisi itu menjadi peringatan bagi pemerintah untuk segera menempatkan upaya peningkatan daya saing industri manufaktur secara komprehensif sebagai agenda utama ke depan.
"Bukan sekadar untuk memperkuat neraca perdagangan, tetapi juga untuk mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi," terang Faisal.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan defisit neraca perdagangan dipicu oleh defisit sektor migas sekitar Rp12 triliun pada Februari, sementara sektor perdagangan nonmigas surplus sebesar Rp10,3 triliun.
"Defisit selama tiga bulan berturut-turut, ini harus menjadi perhatian kita. Ini menjadi peringatan buat kita semua, Januari-Februari 2018, defisit sebesar Rp12 triliun," ujar Suhariyanto di Jakarta.
Tercatat pada Januari 2018, neraca perdagangan mengalami defisit sebesar Rp10,4 triliun, atau lebih tinggi ketimbang Februari 2018. Diharapkan, pada bulan berikutnya neraca perdagangan Indonesia bisa kembali mengantongi surplus.
Dari sisi volume perdagangan, neraca perdagangan mengantongi surplus 32,12 juta ton, yang didorong surplus neraca nonmigas sebesar 32,57 juta ton dan neraca perdagangan migas defisit 0,46 juta ton.
(antara/bir)