Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 akan berada di kisaran 5,4 persen hingga 5,8 persen. Pertumbuhan tersebut jauh di bawah target pemerintah dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang dipatok sebesar 7,5 persen hingga 8 persen.
"Pertumbuhan ekonomi pada 2018 sebagaimana dalam APBN 2018 ditargetkan 5,4 persen. Untuk 2019, kami masih memakai rentang 5,4 persen hingga 5,8 persen," ujar Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, seperti dikutip dari Antara, Selasa (27/3).
Bambang menuturkan, investasi dan konsumsi Rumah Tangga (RT) akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran. Untuk konsumsi rumah tangga, ia memprediksi pertumbuhannya akan berada di kisaran 5-5,1 persen pada 2019.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun lalu, konsumsi RT tercatat tumbuh 4,95 persen, turun dibanding 2016 sebesar 5,01 persen. Tahun ini, konsumsi RT ditargetkan mencapai 5 persen.
"Kami berharap di 2019 konsumsi bisa di sekitaran lima persen, kembali pada pola yang seharusnya untuk Indonesia," katanya.
Adapun untuk konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) yang pada 2018 ditargetkan mencapai 9,3 persen, mencapai 9,2-11,1 persen pada tahun depan.
"Terkait tahun politik, tahun ini ada pilkada dan tahun depan pileg dan pilpres. Ini yang diperkirakan bisa mendorong konsumsi LNPRT tumbuh sebesar 9,2-11,1 persen," ujar Bambang.
Konsumsi pemerintah sendiri diperkirakan akan tumbuh 2,8 persen hingga 3,7 persen, lebih rendah dibandingkan target tahun ini 5,4 persen. Sementara itu, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi diperkirakan mencapai 7,5-8,3 persen, lebih tinggi dibandingkan target 2018 7,1 persen.
Sementara itu, pertumbuhan ekspor dan impor pada 2019 diperkirakan masing-masing mencapai 6-7,3 persen dan 6,3-7,6 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun ini.
Menurut Bambang, membaiknya ekspor tahun ini bakal didukung membaiknya harga komoditas. Kendati demikian, pemerintah berharap kinerja ekspor ke depan bisa lebih baik sehingga dapat menyumbang lebih banyak dolar AS.
Prediksi RupiahAdapun Bambang memperkirakan bawah pada 2019, nilai tukar rupiah akan berada pada kisaran Rp13.500 hingga Rp13.900 per dolar AS. Asumsi tersebut lebih rendah dibanding dalam APBN 2018 sebesar Rp13.400 per dolar AS.
"Nilai tukar di 2019 diperkirakan Rp13.500 sampai Rp13.700. Ini memang ranahnya Bank Indonesia, tapi kami bisa sampaikan kenapa 'range' yang diusulkan itu seolah-olah melemah dibandingkan 2017 maupun tahun ini," ujar Bambang.
Menurut Bambang, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang tengah di bawah tekanan karena penguatan mata uang dolar AS dan rencana Bank Sentral AS The Federal Reserve yang masih akan menaikkan tingkat suku bunga acuan.
The Fed dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) beberapa hari yang lalu memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan atau
Fed Fund Rate sebesar 25 basis poin. Dengan demikian, saat ini
Fed Fund Rate berada pada kisaran 1,5-1,75 persen.
"Tingkat bunga acuan di AS diperkirakan di akhir 2019 sudah mencapai tiga persen. Kalau tingkat bunga di AS sudah tiga persen, sedangkan di Indonesia sekarang 4,25 persen, kita bisa bayangkan bagaimana
capital outflow yang akan terjadi," kata Bambang.
Menurut Bambang, bagaimanapun di dunia saat ini investasi yang paling aman dalam mata uang adalah dolar AS. Sedangkan instrumen investasinya yaitu dalam bentuk surat utang jangka pendek
(treasury bill) yang diterbitkan pemerintah AS.
"Jadi bisa dibayangkan, jika tingkat bunga di AS naik, otomatis
flow-nya itu bukan dari AS ke negara lain, tapi dari negara lain ke AS termasuk dari Indonesia," ujar Bambang.
Berdasarkan data kurs tengah Bank Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Selasa mencapai Rp13.708 per dolar AS, menguat dibandingkan hari sebelumnya Rp13.776 per dolar AS. Dalam dua pekan terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bergerak di kisaran Rp13.700-Rp13.800 per dolar AS
(agi/antara)