Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membantah pernyataan ekonom Indef yang menyebut penambahan utang pemerintah tak sejalan dengan produktivitasnya. Menurut dia, belanja modal tak seluruhnya ada di Kementerian dan Lembaga, melainkan juga di Pemerintah Daerah.
Saat ini, pemerintah telah melakukan hal tersebut dengan meningkatkan dana transfer ke daerah dari Rp537,5 triliun pada 2015 ke angka Rp766,2 triliun pada tahun ini.
"Sebagian, yaitu sebesar 25 persen diharuskan merupakan belanja modal, meski belum semua pemerintah daerah mematuhinya," ujar Sri Mulyani melalui keterangannya dikutip Jumat (23/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pengertian belanja modal itu sendiri. Tidak semua belanja infrastruktur dikategorikan sebagai belanja modal. Menurutnya, untuk membangun infrastruktur, tentu juga dibutuhkan institusi dan perencanaan yang dalam kategori belanja masuk ke dalam belanja barang.
"Oleh karena itu, pernyataan bahwa 'tambahan utang disebut tidak produktif karena tidak diikuti jumlah belanja modal yang sama besarnya adalah kesimpulan yang salah," kata dia.
Ia pun menyayangkan pendapat tersebut. Sebab, ekonom yang baik sangat mengetahui bahwa kualitas institusi yang baik, efisien, dan bersih adalah jenis "
soft infrastructure" yang sangat penting bagi kemajuan suatu perekonomian.
"Belanja institusi ini dimasukkan dalam kategori belanja barang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)," tutur Sri Mulyani.
Sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai peningkatan utang di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. Buktinya, peningkatan produktivitas perekonomian masih belum terealisasi.
Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan pemerintah memang berdalih penambahan utang salah satunya digunakan untuk membiayai sektor infrastruktur. Dampak utang dalam membiayai infrastruktur memang tidak bisa terlihat dalam jangka pendek.
Namun, jika melihat komposisi belanja pemerintah selama periode 2014-2017, porsi belanja subsidi pemerintah yang berkurang, banyak dialihkan ke belanja barang dan pegawai ketimbang belanja modal. Padahal, belanja barang dan pegawai kurang produktif bagi perekonomian.
Sebagai gambaran, berdasarkan data Kementerian Keuangan, porsi belanja subsidi mencapai 32,57 persen dari total belanja pemerintah pada 2014 lalu, belanja pegawai 20,25 persen, belanja barang 14,67 persen, dan belanja modal 12,24 persen.
Sementara, pada 2017, porsi belanja subsidi hanya 12,17 persen. Sedangkan, porsi belanja pegawai naik menjadi 26,25 persen, belanja barang naik menjadi 23,7 persen. Padahal, porsi belanja modal hanya naik menjadi 15,25 persen.
"Efektivitas utang untuk meningkatkan produktivitas perekonomian sepertinya tidak kunjung terlihat sampai sekarang," terang Ahmad.
(bir)