Jakarta, CNN Indonesia -- Calon Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai perusahaan teknologi keuangan
(financial technology) dengan skema bisnis pinjaman
(lending) dan perbankan untuk bekerja sama. Jika keduanya tak berjalan beriringan, ia khawatir perkembangan
fintech bisa memicu
shadow banking. Shadow banking adalah lembaga keuangan nonbank yang menjalankan bisnis atau bertindak seolah-olah perbankan. Padahal, dalam menjalankan bisnisnya, bank memiliki aturan yang sangat ketat, terutama terkait kehati-hatian.
"Ini menjadi isu nasional dan perlu didiskusikan bersama," ujar Perry di Jakarta, Rabu (28/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perry memandang perkembangan
fintech yang semakin menjamur di Indonesia perlu menjadi perhatian nasional. Pemerintah dan seluruh regulator terkait, tak hanya BI perlu menyusun siasat agar
fintech dapat tumbuh dan berdampak positif pada perekonomian.
"Makanya saya katakan perlu ada antisipasi secara nasional
(fintech), Indonesia terkenal dengan pasar ritel atau Usaha Mikro kecil dan Menengah nya. Itu tidak bisa ditembus oleh pasar formal (bisa ditembus
fintech)," terang Perry.
Perry mengakui bahwa pengusaha UMKM masih sulit untuk meminjam ke perbankan. Makanya, perusahaan
fintech peer to peer lending (p2p lending) atau
crowdfunding lebih diminati oleh UMKM dalam meraih pendanaan.
Adapun pengusaha UMKM, menurut dia, di sisi lain juga perlu diberi kemudahan untuk mengembangkan aplikasinya demi memperluas pasar. Salah satunya dalam bentuk
e-commerce.Saat ini, aturan
e-commerce berada di Kementerian Perdagangan, sedangkan
fintech diatur oleh BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pembagiannya, untuk
fintech sistem pembayaran dibawahi oleh BI dan
fintech p2p lending berada di OJK.
(agi)