ANALISIS

Gaet Investasi Tak Sekadar Tebar Insentif Pajak

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Rabu, 04 Apr 2018 11:36 WIB
Insentif fiskal libur pajak atau tax holiday dinilai tak akan efektif menggaet investasi, jika tak didukung iklim investasi.
Insentif fiskal libur pajak atau tax holiday dinilai tak akan efektif menggaet investasi, jika tak didukung iklim investasi. (REUTERS/Benoit Tessier)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo gemas melihat rendahnya pemanfaatan insentif fiskal yang diajukan oleh investor. Salah satunya adalah insentif libur pajak atau tax holiday. Ia menduga ada yang salah dengan ketentuan tax holiday yang diberlakukan hingga saat ini.

Jika tax holiday tak segera dibenahi, ia yakin daya tarik investasi Indonesia akan terus kalah dibanding negara tetangga lainnya. Makanya, ia segera meminta jajarannya untuk mengevaluasi kembali syarat dan ketentuan tax holiday.

"Laporan yang saya terima, sebetulnya skema insentif untuk tax holiday dan tax allowance ini sudah ada. Tapi pemanfaatannya masih sangat rendah, oleh sebab itu perlu dievaluasi," ujar Jokowi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebetulnya, ketentuan insentif tax holiday demi menggairahkan investasi sudah berjalan sepanjang satu dekade terakhir. Tax holiday merupakan pembebasan atau pengurangan PPh dalam jumlah dan waktu tertentu dan hanya bisa diberikan bagi investasi baru di bidang industri pionir, di mana ketentuan ini sesuai dengan Pasal 18 ayat 5 Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Namun, keterangan terkait jenis sektor yang bisa menerima insentif tersebut beserta persentase pengurangan pajaknya tercantum di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Saat ini, rincian ketentuan tersebut diatur di dalam PMK Nomor 159 Tahun 2015, di mana hanya ada sembilan sektor yang menerima manfaat tax holiday. Asal, investasi di sektor-sektor tersebut punya nilai minimal Rp1 triliun, fasilitas itu bisa dinikmati dalam jangka waktu lima hingga 15 tahun.

Kesembilan sektor itu antara lain industri logam hulu, pengilangan minyak buni, industri kimia dasar organik, permesinan, pengolahan berbasis pertanian kehutanan dan perikanan, telekomunikasi, transportasi, industri di Kawasan Ekonomi Khusus, dan infrastruktur yang dikerjakan dengan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Ternyata, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah menduga sejak tahun lalu bahwa ketentuan tax holiday mungkin perlu direnovasi lantaran tak ada pengusaha yang memanfaatkan fasilitas itu. Bisa jadi, insentifnya yang tidak menarik atau memang pelaku usaha membutuhkan pemanis lainnya.

"Karena tidak ada yang apply (tax holiday dan tax allowance), jadi kami mau tahu saja. Apa tidak menarik, apa butuh insentif lain? Kami akan lihat apa saja yang bisa trigger confidence untuk ekspansi," katanya.

Selang dua bulan dari titah Jokowi, Kementerian Keuangan hadir dengan formulasi baru yang diharapkan bisa menggaet lebih banyak investasi ke Indonesia.

Di dalam aturan main yang baru, Kemenkeu memukul rata persentase pengurangan PPh badan sebesar 100 persen. Tak hanya itu, kini proses persetujuan tax holiday pun hanya lima hari saja dari sebelumnya 45 hari.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan mengakui selama ini pengajuan tax holiday bisa bikin pelaku usaha frustasi. Di tahap awal, pelaku usaha mengajukan permohonan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan kemudian dipertimbangkan oleh komite penilai. Selanjutnya, komite tersebut meminta persetujuan kepada Menkeu.


Di dalam aturan yang baru, nantinya pelaku usaha bisa langsung mendapatkan tax holiday begitu mengajukan izin prinsip ke BKPM. Asal, investasinya sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) penerima tax holiday.

Tak berhenti sampai situ, pemerintah juga mengubah durasi tax holiday. Jika sebelumnya pengurangan PPh diberlakukan lima hingga 15 tahun dan diperpanjang hingga 20 tahun sesuai diskresi Menkeu, di peraturan yang baru, tingkat pemotongan PPh akan disesuaikan dengan nilai investasinya.

Jika nilai investasi berada di angka Rp500 miliar hingga kurang dari Rp1 triliun maka jangka waktu tax holiday ditetapkan lima tahun. Kemudian, jika nilai investasi terbilang Rp1 triliun hingga kurang dari Rp5 triliun maka tax holiday bisa diberikan dalam jangka waktu tujuh tahun. Lalu, tax holiday bisa diberikan selama 10 tahun jika nilai investasinya berada dalam rentang Rp5 triliun hingga kurang dari Rp15 triliun.

Lebih lanjut, tax holiday bisa diberikan 15 tahun jika nilai investasi tercatat Rp15 triliun hingga kurang dari Rp30 triliun. Terakhir, tax holiday bisa diberikan 20 tahun jika nilai investasinya Rp20 triliun.

Lalu, sektor penerima tax holiday pun diperluas dari sebelumnya sembilan sektor menjadi 17 sektor. Nantinya, industri kimia dasar dan industri komponen akan menjadi tujuan utama pemerintah dalam kebijakan terbaru tersebut.

(CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)

Dengan ketentuan baru ini, Robert yakin pelaku usaha bisa terpikat untuk berinvestasi di Indonesia. "Kami yakin ini bisa menarik," jelas Robert.

Hanya saja, nampaknya, insentif fiskal saja tak cukup untuk menarik penanaman modal ke Indonesia.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyambut baik niatan pemerintah dalam memberikan insentif pajak. Menurutnya, pemerintah sedikit demi sedikit memupus anggapan terhadap tax holiday yang kerap dianggap menyulitkan pelaku usaha.

Permasalahan utama dari insentif fiskal di Indonesia selama ini, menurut dia, adalah terbatasnya kriteria penerima insentif, berbelitnya persyaratan dan prosedur pengajuan, dan birokrasi pengajuan permohonan. Namun, efektivitas insentif fiskal ini mendorong investasi, tentu harus mempertimbangkan iklim investasi di Indonesia saat ini.

Apalagi sebetulnya, pajak bukanlah faktor utama yang bisa menarik investor dalam menanamkan modal. Ini dikonfirmasi dari survei yang dilakukan oleh lembaga seperti Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA), yang merupakan lembaga dibawah naungan Bank Dunia dan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO).


Selain itu, mengambil kasus di China, investasi di negara tersebut bisa tumbuh meski pemerintahannya menaikkan tarif PPh badan. Dengan demikian, jika prospek usaha di Indonesia cukup mumpuni, maka kebijakan insentif pajak baru bisa berhasil.

"Percuma saja jika diberikan insentif pajak, namun iklim investasinya tidak baik. Investor asing akan enggan datang," ujar Yustinus.

Jika memang ingin meningkatkan investasi, maka pemerintah harus punya strategi. Dengan kata lain, pemerintah perlu memberikan insentif fiskal agar imbal hasil investasinya (return on investment) menjadi semakin baik.

Salah satunya, Indonesia sudah harus menyediakan insentif pajak bagi pengembangan riset dan pengembangan (Research and Development/R&D), mengingat sudah banyak negara Asia-Pasifik menyediakan fasilitas itu. Apalagi, rata-rata persentase pengurangannya pun cukup menarik, yakni 83 persen.

Indonesia dikatakannya perlu belajar kepada Thailand yang berhasil menarik minat investasi produsen otomotif karena insentif tersebut. Padahal, konsumen produk otomotif di Thailand tak begitu besar. Namun, kini 50 persen produksi otomotif negara gajah putih itu ditujukan untuk ekspor.


Apalagi berdasarkan studi International Monetary Fund (IMF), dukungan fiskal kepada aktivitas R&D sebesar 0,4 persen mampu menyokong Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5 persen.

"Keberhasilan industri otomotif Thailand adalah insentif R&D bagi pabrikan yang membangun pusat riset di sana. Pada tahun 2002, Toyota merelokasi produksi truk pickup untuk pasar global dari Jepang ke Thailand," imbuh dia.

Senada, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menyebut bahwa segala jenis insentif pasti menarik. Hanya saja, efektivitas dari insentif ini tentu harus dipertanyakan. Sehingga, perlu langkah lain agar kinerja tax holiday bisa maksimal.

Menurut Enny, menarik investasi tak hanya sekadar merelaksasi ketentuan pajak. Namun, ada hal-hal lain yang juga perlu dibenahi yakni perizinan dalam memulai usaha, yang masih menjadi momok Indonesia saat ini. Faktor ini tercermin di dalam indeks kemudahan berusaha (Ease of Doing Business) Indonesia.


Saat ini, peringkat EoDB Indonesia tercatat di angka 72 dari 190 negara. Hanya saja, peringkat indikator "starting a business", yang merupakan salah satu komponen pembentuk EoDB berada di angka 144 dari 190 negara.

"Ini yang menyebabkan tawaran insentif tax holiday Indonesia tak semenarik Vietnam. Ketika investor merealisasikan perizinan ini langsung bisa diurus," jelas dia.

Selain masalah perizinan, pemerintah juga perlu hati-hati dalam memilih sektor yang bisa mendapatkan manfaat tax holiday. Menurutnya, tax holiday harus diberikan kepada sektor yang benar-benar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan bisa menyumbang penerimaan negara ke depan. Pasalnya, ketika perusahaan diberikan tax holiday, maka pemerintah mengalami kehilangan potensi penerimaan pajak (potential loss).

"Jadi investasi tak hanya bergantung pada insentif pajak saja. Kalau ada iming-iming pajak tapi urusan memulai usaha tidak diselesaikan ini (tax holiday) tidak bisa dimanfaatkan juga," jelasnya. (agi/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER