Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Pemeriksa Keuangan mencatat telah memberikan rekomendasi hasil pemeriksaaan kepada entitas sepanjang 2005-2017 sebanyak 476.614 rekomendasi senilai Rp303,63 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp79,35 triliun telah dikembalikan ke kas negara dalam bentuk penyerahan aset dan/atau penyetoran uang.
Berdasarkan IKhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II BPK dikutip Kamis (5/4), sebanyak 348.819 rekomendasi senilai Rp151,46 triliun telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi sebanyak 348.819 rekomendasi senilai Rp151,46 triliun, sebanyak 94.725 rekomendasi senilai Rp109,98 triliun ditindaklanjuti belum sesuai dengan rekomendasi, sebanyak 29.010 rekomendasi senilai Rp29,39 triliun belum ditindaklanjuti, dan 4.060 rekomendasi senilai Rp12,8 triliun tidak dapat ditindaklanjuti.
Semencara itu, secara kumulatif hingga 2017, rekomendasi BPK hasil pemeriksaan 2005 hingga 2017 telah ditindaklanjuti entitas dengan penyerahan aset dan/atau penyetoran ke kas negara/daerah/perusahaan sebesar Rp79,35 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak 2005-2017, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia mencatat ada kerugian negara sebesar Rp 2,66 triliun. Namun proses ganti rugi kerugian tersebut berjalan lambat. Hal tersebut oleh berbagai macam kondisi.
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS)menyebutkan salah satu kondisi tersebut yaitu ketidakmampuan pihak yang mengganti rugi dengan membayar langsung kerugiannya, tetapi memilih cara mengangsur.
Juru Bicara Bicara BPK Yudi Ramdan menjelaskan proses penggantian kerugian negara tak mudah karena adanya prosedur yang cukup panjang yang perlu dilalui. Selain itu,ketidakmampuan pihak yang menyebabkan kerugian negara untuk mengganti rugi secara sekaligus, sehingga memilih cara mengangsur juga menjadi penyebab lain.
"Misalnya ada kasus seseorang yang menghilangkan mobil (dinas), orang tersebut sanggupnya mengganti dengan diangsur setiap bulan sampai pensiun, sementara pensiunnya masih 10 tahun. Berarti itu membutuhkan waktu yang lama," ujar Yudi, Kamis (5/4).
Yudi menjelaskan, dalam menentukan masalah, Badan Pemeriksa Keuangan memiliki rujukan tersendiri. Pemeriksaan keuangan, misalnya, dilakukan dengan menggunakan kriteria standar akutansi pemerintah. Sedangkan pemeriksaan kinerja, bergantung pada materi yang diperiksa.
Selain itu, BPK juga memiliki tugas untuk memotret fakta yang ada lalu membandingkan dengan aturan. Setelahnya, kata Yudi, BPK akan memberikan rekomendasi untuk memperbaiki kinerja pelayanan.
"Bagi BPK ini penting untuk tetap mendorong pemerintah untuk lebih baik, selanjutnya tugas pemerintah menata kembali seperti yang direkomendasikan BPK," terang Yudi.
(agi)