Purwokerto, CNN Indonesia --
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku memutar uang donasi untuk pembiayaan kepada masyarakat bermodel Bank Wakaf Mikro melalui keranjang deposito. Hal ini dimaksudkan agar donasi yang diberikan cukup untuk menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat, termasuk untuk menutup biaya operasional yang diperlukan.
Biaya operasional yang dimaksud, antara lain pembentukan dan pendampingan, hingga pengawasan Bank Wakaf Mikro.
Pasalnya, imbal hasil dari pembiayaan yang diberikan Bank Wakaf Mikro harus rendah agar tidak memberatkan masyarakat. Di sisi lain, imbal hasil yang rendah, yaitu sebesar tiga persen, tentu tidak cukup untuk membiayai operasional Bank Wakaf Mikro.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Makanya, Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK Ahmad Soekro Tratmono mengatakan perlunya dukungan alternatif pengelolaan donasi dengan cara lain. Sehingga, donasi dari itu dapat produktif dan bertumbuh.
"Misalnya, modal Bank Wakaf Mikro Rp8 miliar, sekitar Rp3 miliar ditanamkan ke deposito, sehingga menghasilkan pendapatan.
Nah, hasil deposito untuk biaya operasional sehingga nasabah tidak perlu bayar margin tinggi," ujarnya, Kamis (5/4) malam.
Kemudian, sisa Rp5 miliar dari total modal dialokasikan untuk pembiayaan kepada masyarakat dengan plafon sekitar Rp1 juta Rp3 juta per usaha. Dengan demikian, jumlah nasabah yang bisa menikmati pembiayaan bisa mencapai 1.600-5.000 nasabah untuk satu Bank Wakaf Mikro bermodal Rp8 miliar.
"Sebenarnya, ada permintaan agar pembiayaan yang diberikan bisa mencapai Rp5 juta per nasabah, tapi ini masih kami kaji," katanya.
Sementara, untuk perputaran dana donasi, sambung dia, sejauh ini memang masih ditaruh di deposito dan belum dipetakan untuk ditempatkan di produk lain. Namun, ke depan tentu akan terus dikaji oleh wasit industri jasa keuangan itu.
Adapun donatur, yaitu kalangan masyarakat yang memiliki kelebihan dana dan ingin diberikan untuk pengembangan akses pembiayaan masyarakat. Donasi dapat diberikan lewat Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) Syariah Mandiri.
Setelah itu, diberikan kepada Bank Wakaf Mikro yang pembentukannya oleh suatu kelompok masyarakat telah mendapatkan persetujuan dari OJK dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop-UKM).
Berdasarkan data OJK per 31 Maret 2018, telah berdiri 20 Bank Wakaf Mikro, yaitu di Serang dan Lebak di Provinsi Banten, Cirebon, Bandung, dan Ciamis di Provinsi Jawa Barat, Cilacap, Kudus, Klaten, dan Purwokerto di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi DI Yogyakarta dan Jombang, Kediri, serta Surabaya di Provinsi Jawa Timur.
Dari 20 Bank Wakaf Mikro, telah disalurkan jumlah pembiayaan sebesar Rp3,63 miliar kepada 3.876 nasabah. Sedangkan untuk tahun ini, OJK menargetkan jumlahnya mencapai 50 Bank Wakaf Mikro di seluruh Indonesia, sehingga persebarannya tak hanya di Jawa.
"Kami mau ini juga ada di Sumatra, Madura, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua," terang dia.
Tiru Turki Menurut Soekro, skema pembiayaan dengan model Bank Wakaf Mikro ini tak jauh berbeda dengan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Turki. Hanya saja, konsep BWM di Turki digunakan untuk pembiayaan pendidikan.
"Ini seperti konsep di Turki, kalau mereka untuk sekolah gratis. Jadi, misal donasinya Rp10 miliar, sekitar Rp5 miliar diputar untuk usaha. Hasil usahanya digunakan untuk membiayai sekolah itu, sehingga anak bisa sekolah gratis," jelasnya.
Untuk konsep BWM di sektor pendidikan ini, Soekro menambahkan, sebenarnya bisa juga diterapkan di Indonesia. Namun, saat ini OJK ingin fokus untuk memberikan pembiayaan modal usaha bagi masyarakat.
Pasalnya, tujuan program agar masyarakat bisa mendapatkan akses permodalan, sehingga menjadikan masyarakat yang sebelumnya tidak tersentuh bank (non bankable) menjadi bankable, sekaligus meningkatkan literasi dan inklusi keuangan.
(bir)