Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 70,81 pada tahun lalu. Angka ini membaik 0,9 persen dibandingkan posisi tahun sebelumnya yang sebesar 70,18 persen.
Bahkan, angka IPM ini melampaui target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyesuaian (APBNP) 2017, yakni 70,1 persen.
Kepala BPS Suhariyanto menerangkan IPM ini dihitung dari tiga indikator utama, yakni umur harapan hidup, pendapatan per kapita, dan harapan lama sekolah. Ketiga indikator tersebut menunjukkan perbaikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk harapan hidup, kini setiap bayi yang baru lahir diharapkan bisa mencapai usia hingga 71,06 tahun atau membaik dari tahun sebelumnya, yakni 70,9 tahun. Sementara itu, angka lama sekolah bagi setiap warga negara kini selama 12,85 tahun atau membaik dari posisi sebelumnya 12,72 tahun.
Yang terakhir, kini konsumsi masyarakat yang tercermin dalam pendapatan per kapita sudah mencapai Rp10,66 juta atau naik dari tahun lalu, yaitu Rp10,42 juta.
"Sejauh ini IPM menunjukkan angka yang baik. IPM ini adalah indikator pembangunan yang paling, apakah pembangunan ini bisa sampai ke kualitas manusia atau tidak," ujarnya di Gedung BPS, Senin (16/4).
Menurut indikator yang disusun United Nation Development Programme (UNDP), Indonesia sudah masuk kategori IPM tinggi, mengingat masuk dalam rentang 70 hingga 80.
Meski demikian, menurut Suhariyanto, IPM juga harus dilihat dari dua sudut pandang lain, yakni distribusinya dan kecepatan kenaikan IPM-nya.
Ternyata, masih ada disparitas nilai IPM antara beberapa provinsi. BPS mencatat, saat ini DKI Jakarta adalah provinsi dengan skor IPM terbesar, yakni 80,06 dan skor terendah diduduki oleh Papua, yakni 59,09.
Di sisi lain, DKI Jakarta sudah masuk kategori IPM sangat tinggi, sementara Papua masih tergolong IPM rendah karena di bawah 60.
"Masalah disparitas ini yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah," jelasnya.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti percepatan pertumbuhan perbaikan skor IPM di Indonesia. Dengan pertumbuhan 0,9 persen, pertumbuhan tahun ini dianggap lebih rendah ketimbang tahun sebelumnya, yaitu 0,91 persen atau dua tahun lalu 0,93 persen.
Kendati begitu, Suhariyanto tetap mencatat bahwa perbaikan IPM terlihat cemerlang di beberapa Provinsi. Papua, misalnya, meski memiliki skor IPM masih rendah, tapi mencatat pertumbuhan 1,79 persen. Begitu pun Papua Barat yang mencatat pertumbuhan 1,25 persen. Pertumbuhan keduanya lebih baik daripada rata-rata nasional.
"Jadi ini pun perlu diapresiasi juga. Tak mudah sebetulnya untuk memperbaiki IPM," imbuh dia.
Secara keseluruhan, hanya ada satu provinsi berpredikat IPM sangat tinggi, yaitu DKI Jakarta. Selain itu, ada 14 provinsi yang memiliki IPM tinggi dan 18 provinsi yang berkaregori sedang.
"Lalu hanya ada satu provinsi saja yang masih punya IPM rendah, yaitu Papua. Antara kabupaten dan kota di Papua ternyata juga memiliki disparitas kualitas hidup yang tinggi. Ini terlihat dari IPM di Jayapura dengan nilai 79,23 namun di Kabupaten Nduga IPM-nya hanya 27,87," pungkasnya.
(bir)